BANYUWANGI, (WARTA ZONE) – Ratusan sesepuh pendekar Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, berkumpul.
Para pendekar pilih tanding tersebut turun gunung setelah sekian lama tidak menampakan diri di muka umum. Mereka berkumpul untuk menyambung silaturahim sekaligus mengenang perjuangan bersama KH. Abdurahman Wahid atau Gus Dur.
Acara dipusatkan di kediaman Mahfud Syamsul Hadi di Desa Sukorejo, Kecamatan Bangorejo itu dihadiri oleh 168 orang.
Mulai tokoh pendekar lawas, kiai-kiai khos Pagar Nusa yang tersebar dari Kecamatan Wongsorejo, Pesanggaran dan Muncar hingga Kalibaru juga nampak hadir.
Ada Kiai Syafi’udin, KRT Abdul Halim Al Khowwas, Kiai Abdul Hamid, Gus Bustomi, Kiai Ali Maki Samuel, Kiai Supriyono, Gus Abdul Malik, Gus Asyik Ali, Gus Budi Santoso dan Gus Yasin, serta masih banyak lagi.
“Kami silaturrahmi sekaligus temu kangen lintas generasi. Banyak hal yang kami bicarakan,” kata Mahfud, Selasa (5/7/2022).
Mahfud menyampaikan, forum tersebut digelar sebagai ajang konsolidasi dan koordinasi antar generasi pendekar Pagar Nusa.
“Kami berkumpul sekaligus menyikapi terkait insiden bentrok yang terjadi beberapa waktu lalu di Banyuwangi selatan agar tidak sampai terulang kembali,” terangnya.
Menurut Mahfud, kegiatan silaturahim lintas generasi Pagar Nusa tersebut direncanakan digelar secara rutin, selama satu bulan sekali.
“Semua sudah terjadwal, tentu kami menginginkan situasi Banyuwangi yang aman dan kondusif,” ungkap Mahfud.
Selain silaturahim, agenda pertemuan para sesepuh Pagar Nusa Banyuwangi itu juga untuk mengenang perjuangan Gus Dur.
“Saat itu kami masih ingat kala almarhum Gus Dur berkunjung ke Banyuwangi,” kata Ketua Dewan Khos Pagar Nusa Banyuwangi, Kiai Arief Supriyono.
“Beliau dakwah di perbukitan, bahkan beliau rela jalan kaki dan membersamai kami di medan laga yang saat itu tidak kondusif,” imbuhnya.
Bahkan ketika situasi politik negara sedang genting saat itu, Pagar Nusa siap mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Barangkali masih ingat bagaimana kondisi kita saat itu di Gumitir, di Baluran dan sekitarnya. Tidak ada kata terucap selain ‘menang’ di medan juang,” ungkap Kiai Arif.
Guru Besar Pagar Nusa, KRT. Kiai Abdul Halim Al Khowwas menambahkan, penggemblengan untuk menjadi pendekar Pagar Nusa memang lain daripada yang lain.
Selain belajar ilmu bela diri dan pemantapan rohani, ada hal lain yang mesti harus dipatuhi di organisasi yang didirikan oleh KH. Maksum Jauhari itu.
“Bahwa tegaknya NKRI, agama dan membela organisasi dan kiai adalah harga mati. Tidak bisa ditawar,” ucap Gus Halim, sapaan akrabnya.
Bahkan dikatakan, mengutip kata Gus Dur, NU adalah benteng terakhir NKRI, dan Pagar Nusa adalah jangkarnya NU, saat yang lain tidak bisa dititipi. (*)
Comment