JEMBER, (WARTA ZONE) – Tim pendampingan hukum dari DPC PDI Perjuangan bersama perwakilan warga Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul mendatangi Mapolres Jember.
Tujuan datang ke Mapolres Jember itu, karena muncul dugaan korupsi Pajak SPPT Tahunan di Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul, Jember.
Terlebih juga ditemukan sejumlah bukti, yang menguatkan dugaan tindak korupsi SPPT Tahunan di Desa Klatakan itu.
Awal terungkapnya dugaan korupsi pajak SPPT Tahunan itu, berawal dari 80 persen warga Desa Klatakan. Tiba-tiba menerima tagihan PBB tahun 2022.
Warga kaget, padahal sudah melakukan pembayaran pajak SPPT Tahunan. Namun muncul tunggakan, pada tahun 2020 dan 2021.
Dengan persoalan dugaan korupsi ini, sejumlah perwakilan warga Desa Klatakan melaporkan Mantan Kepala Desa Klatakan Romlan ke Mapolres Jember.
“Jadi berdasarkan hasil kajian terhadap permohonan pendampingan yang diajukan warga Desa Klatakan beberapa waktu lalu, sesuai petunjuk Ketua DPC PDI Perjuangan Ari Wibowo. Kami menemukan indikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam penerimaan PBB Desa Klatakan,” kata Sekretaris Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDI Perjuangan Jember Budi Hariyanto saat dikonfirmasi di Mapolres Jember, Rabu (30/11/2022).
“Berdasarkan hitung-hitungan sementara kerugian negara mencapai Rp 550 juta, selama tahun 2020 dan 2021,” sambungnya.
Terkait temuan tersebut, kata Budi, sudah dikonfirmasi oleh perangkat Desa Klatakan.
“Mereka pun membenarkan ada tagihan sebesar Rp 300 juta pada tahun 2020 dan Rp 250 juta pada tahun 2021. Warga menduga, pajak yang ditarik dari warga dalam kurun waktu dua tahun itu, tidak disetorkan ke negara. Apa yang disampaikan dari perangkat desa ini, bisa kami buktikan dari surat pernyataan yang kami pegang. Dimana juga sebagai barang bukti,” ulas Budi.
Dengan temuan ini, lanjutnya, pihaknya bersama warga, sepakat untuk menindaklanjuti dengan melaporkan mantan Kades Klatakan ke Polres Jember.
“Yakni Mantan Kades Romlan, karena adanya indikasi dugaan korupsi pajak SPPT tahun 2020 dan 2021 ini,” tegasnya.
Hariyanto berharap, laporan yang dilayangkan ke Polres Jember dapat segera ditindaklanjuti, sesuai komitmen.
“Bahwa dari pertemuan pribadi yang sebelumnya kami lakukan dengan Kapolres Jember beberapa waktu lalu. Setiap laporan yang masuk pasti diproses, apalagi jika sudah dilampirkan barang bukti dan keterangan saksi yang ada,” ujarnya.
Perlu diketahui, sebelum kemudian melangkah untuk membuat laporan ke Mapolres Jember. Sebanyak 15 orang perwakilan warga Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul, Jember, mengungkapkan adanya dugaan korupsi terkait Pajak SPPT Tahunan yang dilakukan oleh perangkat desa setempat.
Pasalnya terkait pembayaran pajak tersebut, warga mengaku sudah membayar. Namun tidak menerima bukti pembayaran. Sehingga diduga ada tindakan korupsi yang dilakukan oleh perangkat desa.
Kemudian saat terbit SPPT tahun 2022, warga malah masih memiliki pajak terutang yang harus dibayar.
“Tujuan kami warga Desa Klatakan ingin minta pendampingan hukum di PDI Perjuangan Jember. Terkait persoalan tagihan pajak yang ada di Desa Klatakan. Karena pajak yang kita bayar selama 2020-2021, ternyata malah jadi terutang di tahun 2022 ini. Kami berharap ada tindak lanjut,” kata salah seorang perwakilan warga Aang Gunefi saat dikonfirmasi terpisah.
Aang menjelaskan, munculnya keterangan pajak terutang yang dialami itu. Hampir dirasakan 80 persen warga di Desa Klatakan.
“Kondisi ini, kurang lebih ada Rp 60 juta total yang dianggap terutang itu,” katanya.
“Terkait hal ini, sebagian warga kami kan adalah orang desa. Artinya soal bukti pembayaran pajak SPPT tahunan itu, kami tidak menyimpan bukti pembayaran (pajak) yang kami lakukan. Saya sendiri juga tidak menyimpan. Karena kita percaya dengan perangkat desa ini,” sambungnya.
Aang mengatakan, terkait munculnya pajak terutang itu. Pihaknya mengaku pernah meminta klarifikasi ke Kantor Desa Klatakan.
“Pas saya minta klarifikasi ke Kerawat Desa dengan marah-marah. Saya bilang saya sudah bayar, tapi malah uang saya (untuk Pajak SPPT) dikembalikan. Lah ini kan aneh, ada apa? Kok malah uang saya dikembalikan. Katanya saya memang belum bayar, apalagi saat saya minta bukti pembayaran tidak diberikan. Apalagi di rumah saya sering kebanjiran,” ungkapnya.
“Padahal warga ini sudah merasa membayar. Kalau tidak punya bukti SPPT tahunan katanya belum membayar. Padahal kita sudah membayar itu. Besaran tiap-tiap warga macam-macam besaran nominalnya. Punya saya Rp 190 ribu untuk dua tahun,” sambungnya menjelaskan.
Terkait hal ini, lanjutnya, karena warga tidak paham soal hukum. Sejumlah perwakilan warga desa meminta pendampingan hukum ke DPC PDI Perjuangan.
Dengan alasan nantinya dapat dilakukan kajian hukum. Apakah ada dugaan pelanggaran hukum. Terlebih soal dugaan korupsi dari uang pajak yang telah dibayarkan warga.
“kita minta bantuan pendampingan hukum ini. Katanya disampaikan akan dikaji. Sekiranya nanti ada pelanggaran hukum. Persoalan ini akan kami teruskan ke polisi. Untuk persoalan ini, sejak zamannya mantan kepala desa Romlan, dan hingga Kepala Desa sekarang Ali Wafa itu. Malah lucunya perangkat desa yang baru malah menagih ke kami. Lah kita sampaikan kalau sudah bayar. Untuk persoalan ini, (diduga) melibatkan seluruh perangkat desa,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Jember Dika Hardiyan Wiratama saat dikonfirmasi terkait laporan warga Desa Klatakan, pihaknya mengaku belum menerima informasi laporan tersebut.
“Laporan belum saya terima, mungkin masih diproses di Meja Bapak Kapolres. Nanti akan disampaikan ke saya. Mohon waktu untuk prosesnya, nanti kami kabari lebih lanjut,” kata Dika, singkat. (*)
Comment