Mantan Plt. Kepala BPBD Jember Sebut Anggaran Rp 14 Miliar Penanganan Covid-19 Sesuai Regulasi

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri
Foto: Mantan Plt. Kepala BPBD Jember, Mat Satuki.

Foto: Mantan Plt. Kepala BPBD Jember, Mat Satuki.

JEMBER, (WARTA ZONE) – Terkait dugaan penyelewengan anggaran di wilayah BPBD Jember sebesar Rp 14 Miliar era Bupati Faida. Menurut Mantan Plt. Kepala BPBD Jember Mat Satuki tidak benar.

Kata Satuki, untuk pengelolaan anggaran menangani persoalan Covid-19 di Jember kala itu. Sudah sesuai dengan aturan dan regulasi yang benar.

Perlu diketahui, dari informasi yang dihimpun wartawan. Di era Bupati Faida Pemkab Jember gagal memiliki Perda APBD 2020.

Terkait pengelolaan anggaran untuk penanganan Covid-19. Berasal dari proses refocusing anggaran, sesuai instruksi dari pemerintah pusat.

Anggaran penanganan Covid-19 hasil refocusing dan realokasi anggaran pada Pemerintah Kabupaten Jember sebesar Rp 479.417 Miliar.

Terdiri dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) pada Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebesar Rp 401 Miliar dan anggaran kegiatan (Belanja Barang dan Belanja Modal) pada Dinas Kesehatan sebesar Rp 78.417 Miliar.

Dikonfirmasi melalui ponselnya, Satuki mengaku bingung saat muncul dugaan adanya penyelewengan anggaran Rp 14 Miliar, saat penanganan Covid-19 kala itu.

“Itu dapat data dan informasi dari mana (para aktifis). Saya bingung membaca (Informasi berita), temuan darimana itu (dugaan Penyelewengan anggaran Rp 14 Miliar). Karena kalau BPK tidak ada temuan seperti itu, (Setahunya) indikasi kerugian negara tidak ada, tindakan korupsi tidak ada. Hanya belum disahkan karena melebihi tahun anggaran itu saja,” kata Satuki, Jumat (10/9/2021).

Satuki menjelaskan, kala itu dilakukan refocusing anggaran, karena ada aturan kedaruratan.

“Tugas kami meng-SPJ kan ke BPK. Urusan disahkan atau tidak, itu bukan kewenangan kami. Kalau masalah (dugaan penyelewengan) Rp 14 Miliar darimana itu saya kurang paham. Saya tidak berani mengomentari,” katanya.

Dugaan adanya keterkaitan dengan Rp 107 Miliar yang anggarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Itu saya baca tidak ada kaitannya dengan itu (Rp 14 Miliar),” ucapnya.

“Kalau soal honor, semua termasuk nakes, kegiatan di JSG, dan semua kegiatan. Memang banyak orang honornya segitu. Tidak kemudian hanya satu atau dua orang, itu tidak,” sambungnya.

Terkait honor, peruntukannya tidak hanya di wilayah relawan ataupun petugas organik di lingkungan BPBD Jember.

“Banyak orang, dan kegiatan di lapangan, termasuk mengantarkan sembako (bagi warga terdampak Covid-19). Ya banyak (nilai) honornya. Silahkan tanya kepada yang komentar, bukan wilayah saya,” ucapnya.

Ditanya berapa nilai honor yang diterima, Satuki enggan menyampaikan. “Namanya dulu Honor Satgas, ada honor nakes kontrak, perawat, dokter dan relawan lain,” sebutnya.

“Soal honor yang diterima, saya tidak tahu yang sekarang. Hanya saya mendengar (jika) untuk honor pemakaman sekarang itu Rp 100 ribu per pemakaman. Kalau dulu Rp 150 ribu,” sambungnya.

Terkait besaran honor pemakaman bagi relawan dan petugas organik BPBD Jember yang lebih besar dibandingkan dengan sekarang.

“Dulu itu, kami cari orang (sebagai relawan) susah. Karena kan masih babat alas istilahnya. Sebetulnya itu bukan Kewenangan BPBD Jember, tapi wilayah Dinas Kesehatan. Karena capek, kami berinisiatif membentuk Tim Pemakaman, dan itu pertama di Indonesia. Honor yang diberikan hanya kepada yang bekerja, saya saja tidak dapat,” ulasnya.

“Honornya Rp 150 ribu per pemakaman, tapi dulu sedikit sih korbannya. Beda dengan sekarang. Dulu kami juga saat pemakaman banyak mengalami pelemparan tanah, batu (tindak anarkis) dan lain-lain. Bahkan polisi pun saat itu (sebagai) petugas keamanan mengamankan (menjaga) kami,” imbuhnya.

Ditanya soal honor yang diterima oleh Bupati serta pejabat di tingkat Forkopimda. Untuk penanganan Covid-19. Satuki juga menyampaikan secara detail.

“Bupati dan pejabat lainnya (Forkopimda), itu menerima honor satgas. Bukan pemakaman saja, untuk honor itu hanya yang bekerja di lapangan. Terkait pemotongan, tidak ada dulu itu,” jelasnya.

“Untuk pejabat menerimanya honor ada aturannya sesuai dengan regulasi di atasnya, per bulan sekian. Ketua Satgas bupati saat itu bupati, sekretaris saya (menjabat Plt. Kepala BPBD Jember), Pak Dandim, terus Pak Kapolres, lainnya tapi maaf saya lupa. Nanti kalau ada waktu saya coba buka data laporannya. Apalagi saya sudah pindah dinas tidak di BPBD lagi,” sambung pria yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Jember itu.

Kala itu, Bupati dan pejabat lainnya di tingkat Forkopimda. Menamakan dirinya tim penanganan Covid-19 bernama Gugus Tugas.

“Kemudian berubah jadi Satgas. Untuk Pak Kapolres Jember saat itu tidak berkenan menerima honor, akhirnya dikembalikan ke Kasda,” katanya.

Terkait penentuan honor bagi Bupati sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19, tim yang terdiri dari pejabat tingkat Forkopimda. Serta relawan dan tim organik BPBD Jember, dan honor pemakaman sebesar Rp 150 ribu.

“Kami konsultasi dengan kabupaten pantesnya. Aturan baku tidak ada. Kami juga konsultasi dengan 4 kabupaten/kota (lainnya), dengan provinsi dan BNPB. Nilai sekian ini bagaimana pak. Bahkan mestinya ditambahi, karena awal itu jarang yang mau (sebagai petugas pemakaman). Kami juga berkoordinasi dengan kepolisian,” ujar Satuki.

“Apalagi pemakaman dulu harus 24 jam,” imbuhnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment