Disorot Aliansi Nelayan Giliraja-Lobuk, HCML Buka Suara Soal Masalah Rumpon

0 Komentar
Reporter : Muhammad Arkha
Nelayan Giliraja Sumenep

Foto: Hearing perwakilan nelayan pulau Giliraja dan Desa Lobuk bersama ketua Komisi I Darul Hasyim Fath, di ruang kerja Komisi II DPRD Sumenep.

SURABAYA, (WARTA ZONE) – Sejumlah nelayan pulau Giliraja dan Desa Lobuk yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Menggugat (Armet) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, Senin (7/2/2022).

Aksi turun jalan warga kepulauan Giliraja dan Lobuk tersebut dilatar belakangi dugaan kerusakan 120 rumpon milik warga yang tidak kunjung ada ganti rugi dari perusahaan Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), terhitung sejak 2016-2022.

Hamim Tohari, Manager Regional Office & Relations HCML, menyampaikan, Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Gas Bumi (SKK-Migas), mengklaim sudah tuntas menyelesaikan masalah rumpon di Selat Madura, dengan nelayan secara baik-baik.

“Setelah lapangan BD di perairan Sampang beroperasi pada 6 Mei 2017 dan memproduksi sekitar 100 MMSCFD gas, kami mulai mengembangkan lapangan lain, yakni MAC, MDA, dan MBH,” katanya.

Menurut Hamim, target pengembangan ini jelas. Pihaknya ingin memenuhi visi menjadi produsen gas terbesar di Jawa Timur dan operator pilihan di Indonesia.

Baca Juga:  Para Anggota DPRD Sumenep Laksanakan Reses, Tampung Aspirasi Masyarakat

“Dengan mengelola bisnis minyak dan gas yang berpegang kuat pada komitmen terhadap etika, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan hidup,” terangnya.

Untuk lapangan MAC di Perairan Giliraja, didesain dengan kapasitas produksi 60 MMSCFD, dan untuk mengakomodasi tingkat dataran tinggi 54 MMSCFD selama sedikitnya lima tahun.

Dijelaskan, ada tiga sumur dengan kedalaman air sekitar 230 kaki dan fasilitas WHP berupa platform kepala sumur tiga kaki tak berawak dengan lima slot sumur (dua untuk cadangan).

Saluran gas dari setiap sumur dialihkan langsung ke unit produksi lepas pantai bergerak (mobile offshore production unit atau MOPU) dengan menggunakan jalur jumper yang fleksibel.

Ada fasilitas pemrosesan untuk pengolahan sweet gas seperti perlakuan gas, sistem kontrol dehidrasi dan titik embun dan kompresi pada MOPU. Sementara 8 kilometer 10″ jalur pipa ekspor yang berada di bawah laut terikat dengan 28″ Pipa Gas Jawa Timur (EJGP).

Jauh sebelum beroperasi, HCML sudah menyelesaikan sejumlah kewajiban terhadap warga sekitar, termasuk nelayan, sejak 2016. Saat HCML melaksanakan kegiatan uji teknis kondisi bawah laut selama 7 hari, mengharuskan tidak adanya rumpon di sekitar area eksplorasi dan eksploitasi.

Baca Juga:  Pemdes Jate Giliraja Gelar Musdes, Bahas Program Jasmas Bersama Medco Energi

“Karena itu, sebelum melakukan kegiatan, kami melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan survei lokasi kegiatan dengan melibatkan saksi dari pemerintah setempat. Hasilnya, di lokasi kegiatan kami tidak ditemukan adanya rumpon, sehingga tidak ada rumpon yang dirusak atau dipotong,” terang Hamim.

Ia menambahkan, saat ini di lapangan MAC belum ada kegiatan apa apa, karena masih dalam tahap perencanaan. Selain itu, HCML juga telah menyelesaikan tahapan AMDAL.

“Kami terus menjalin komunikasi intensif dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) setempat, terutama masyarakat di Pulau Giliraja & Giligenting Sumenep. Kami berusaha agar kehadiran HCML juga bermanfaat bagi masyarakat lokal,” ucap Hamim.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath usai hearing dengan perwakilan para nelayan berjanji untuk memfasilitasi semua pihak mencari solusi penyelesaian.

Baca Juga:  Pelat Nomor Motor Berubah, Ini Kata Kasatlantas Polres Sumenep

“Kami akan mengundang SKK Migas, HCML dan seluruh pihak yang berkaitan dengan perjanjian di masa lalu. Ya karena ini terjadinya sudah 6 tahun lalu,” terangnya.

Pihaknya mengaku kaget atas problem yang belum tuntas, karena sudah 6 tahun lalu. Jika itu betul adanya, lanjut politisi PDIP tersebut, pihaknya menganggap ada sikap tidak disiplin perusahaan minyak yang beroperasi di kota keris.

“Saat pertemuan yang diagendakan Kamis, 10 Februari 2022 nanti ada jalan keluar, kita akan mengkonfirmasi validitas informasi dari masyarakat, karena tidak mungkin kami mengambil keputusan hanya dari satu informasi,” tegasnya.

Secara keseluruhan, kata Darul, soal jumlah rumpon, soal kegiatan yang berdampak terhadap penduduk di areal impek, termasuk ganti rugi yang menjadi hak warga setempat, akan dicarikan solusi.

“Kita akan carikan solusi itu,” tandasnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment