SUMENEP, (WARTAZONE) — Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur menggelontorkan dana sekitar 8,941 miliar dari APBD tahun 2018 untuk pembelian tanah seluas 1,6 hektare.
Lahan seluas itu direncanakan untuk membangun Pasar Tradisional. Lokasinya terletak di sebelah barat SKB Batuan.
Proyek pengerjaan fisik pun dimulai dengan membuat pagar. Pembangunan ini, ditaksir menelan anggaran sebesar Rp600 juta dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2019.
Meski demikian, tanah yang awalnya dibeli dari RB Mohammad dan Mohammad Zis itu justru menuai polemik. Pasalnya, R. Soehartono, putra sulung mantan Bupati Sumenep, R. Soemar’oem juga mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya.
Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep, Ardiansyah Ali S menyatakan, sebelum proses pembelian tanah dilakukan oleh Pemkab Sumenep, pihaknya sudah melakukan kajian strategis soal kepemilikan sah tanah.
“Pembelian tanah ini kan sudah melalui tahapan yang mengarah bahwa tanah ini legal atas nama si A itu,” ungkapnya, Kamis (11/2) kemarin.
“Maka Pemkab Sumenep memberanikan diri lah karena legal standingnya jelas, akhirnya kita beli,” imbuhnya.
Meski demikian, Ardi tidak menampik bahwa saat ini, kepastian atau kelanjutan pembangunan Pasar Tradisional Batuan itu belum jelas alias tidak ada titik terang. Sebab, antar kedua belah pihak sama-sama mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya.
“Kami sudah melimpahkan kewenangan soal itu ke Kabag Hukum Pemkab Sumenep untuk kelanjutan prosesnya. Kalau tidak salah memang ada tuntutan di pengadilan. Makanya kemudian pembangunan sementara ditahan dulu, kita pending,” akunya.
Dalam persoalan ini, seharusnya Pemkab Sumenep telah melakukan kajian matang sebelum proses pembayaran dilakukan kepada RB Mohammad dan Mohammad Zis. Sebab, jika tidak demikian, pembelian lahan itu terkesan dipaksakan bahkan terkesan menghamburkan uang.
“Mestinya dikaji dan ditelaah dulu itu tanah legalitasnya punya siapa. Kalau sudah bersengketa begitu kan lucu,” kata pengamat kebijakan publik dari Surabaya Institute Governance (SIGN) Studies, Iwan Lesmana, saat dikonfirmasi media ini, Jumat (12/2/2021).
Iwan menambahkan, dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan telah disebutkan beberapa mekanisme hukum yang harus dilakukan pemerintah dalam kasus sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
“Harusnya itu sudah ada hasil yang jelas. Sehingga bisa diketahui oleh publik. Siapa yang legal soal tanah itu,” ungkapnya.
Untuk itu, kata dia, pemerintah mestinya terbuka lebar kepada masyarakat soal kelanjutan nasib Pasar Tradisional Batuan tersebut. Sehingga, tidak akan lahir stigma negatif di akhir kepemimpinan Bupati Sumenep, A Busyro Karim.
“Win-win solution untuk itu memang harus disegerakan lah. Jangan sampai rakyat tak percaya pada pemerintah,” tukasnya. (*)
Comment