PAMEKASAN, (WARTA ZONE) – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Forum Mahasiswa dan Masyarakat Revolusi (Formaasi) mendatangi kantor komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pamekasan, Jumat (16/05/2025).
Kedatangan Formaasi ini berkaitan dengan dibukanya layanan hemodialisis (HD) atau cuci darah shift 4 di RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo (Smart) Pamekasan.
Layanan tersebut akhirnya resmi dihentikan pada 1 Mei 2025 lantaran terbukti tidak sesuai standar yang ditentukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). Diketahui, jumlah ketersediaan alat hemodialisa dan jumlah sumber daya manusia (Pemberi Layanan) tidak memadai untuk melayani sift 4.
Dalam pertemuan tersebut, aktivis Formaasi menyoroti adanya pelayanan sift 4 yang dibuka oleh RSUD Smart dari bulan November 2024 tanpa mengonfirmasikan terlebih dahulu kepada BPJS Kesehatan.
“Kalau sift satu, dua, dan tiga itu masih belum ada persoalan. Yang kami persoalkan adalah di sift ke 4. Ini sudah berjalan selama 6 bulan pelayanan dan melanggar standarisasi,” Ujar Ketua Formasi, Iklal.
Di tempat yang sama, Suja’i, salah satu peserta dalam audensi menyesali terkait alasan RSUD Smart membuka layanan cuci darah sift 4 karena rasa kemanusiaan. Menurutnya, apabila memang pertimbangannya soal kemanusiaan, tentu Standar Operasional Prosedur (SOP) sudah harus terpenuhi.
“Kalau sudah tidak memenuhi standart, ini resikonya pada kesehatan, yang ujungnya pada nyawa manusia. Jangan sampai persoalan kesehatan ini ada istilah komersialisasi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Smart Pamekasan, Raden Budi Santoso, menjelaskan bahwa layanan apapun yang dibuka untuk masyarakat di RSUD Smart, sudah mengantongi izin yang dikeluarkan oleh Dinkes Provinsi Jawa Timur.
“Jadi BPJS bukanlah pemberi izin pada layanan rumah sakit, BPJS adalah penjamin pembiayaan pasien yang dilayani di RSUD Smart,” jelasnya.
Lanjut Budi menerangkan, pasien yang mendapat pelayanan di rumah sakit itu dijamin pembiayaannya sesuai dengan tingkatannya oleh BPJS.
“Sehingga apapun yang kami buka layanannya, sebenarnya tidak ada kaitannya dengan BPJS. Cuma terkait dengan pembiayaan itu maka kami harus mengikuti, supaya apapun yang kami layani kepada masyarakat itu ada yang menjamin pembiayaannya,” tuturnya.
Kendati demikian, Raden Budi menyampaikan, ketika BPJS menyatakan bahwa sift ke 4 itu tidak memenuhi kriteria pembiayaan, maka pihaknya juga akan mengikuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPJS.
Diakunya, bahwa sebanyak 150 pasien butuh pelayanan donor darah secara rutin. Sementara hanya 72 pasien yang bisa di fasilitasi.
“Orang yang membutuhkan hemodialisis ini tidak bisa tidur, susah nafas, mual mual, badannya sakit. Sehingga, melihat hal itu kami menambah sift agar bisa mengakomodir. Hal inilah yang menjadi alasan kemanusiaan kami,” tutupnya.
Humas BPJS Pamekasan, Ari Udiyanto mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam rangka menghentikan pelayanan rumah sakit. Namun BPJS berhak untuk tidak memberikan jaminan pembiayaan pelayanan apabila tidak sesuai SOP.
Selain itu, Ari menyoroti soal klaim tagihan yang tiba-tiba membengkak. Dikatakannya, ternyata ketika dilakukan kunjungan ditemukan layanan sift 4 yang kini dianggap tidak memenuhi standarisasi.
“Kami mendukung dan tidak pernah menghentikan layanan. Namun, semuanya harus sesuai prosedur,” pungkasnya. (*)
Comment