SUMENEP, (WARTA ZONE) – Empat naskah rancangan peraturan daerah (raperda) prakarsa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep tahun 2022 akan segera dilakukan uji publik.
Empat raperda tersebut antara lain Raperda Reforma Agraria, Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern, Raperda Penyelenggaraan perhubungan darat, dan Raperda Desa Wisata.
Kepala Bagian Persidangan dan Perundang-undangan Sekretariat DPRD Kabupaten Sumenep Hasan Basri menyampaikan, uji publik merupakan kegiatan kedewanan yang relatif baru karena tak pernah dilaksanakan di era sebelumnya.
“Jadi kami kira ini hal sangat krusial untuk segera diagendakan. Kami berupaya agar raperda yang sudah selesai tahap penyusunan naskah akademiknya dapat diwacanakan kepada khalayak dalam format uji publik,” kata Hasan. Jumat, 19 Agustus 2022.
Menurutnya, kegiatan uji publik merupakan forum diskusi terbuka. Di dalamnya akan dipaparkan muatan materi raperda secara detil dan menyeluruh oleh panitia khusus (pansus) atau komisi-komisi DPRD.
Uji publik raperda ini akan melibatkan ormas keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, organisasi kepemudaan (OKP), akademisi, NGO, dan elemen lainnya.
Dari uji publik raperda ini diharapkan dapat memberikan masukan, saran atau koreksi yang bersifat konstruktif.
“Jadi nanti ada pemaparan muatan materi raperda secara detil. Akan ada sesi tanya jawab. NGO dan elemen-elemen masyarakat lainnya, ataupun mahasiswa dan akademisi yang hadir memberikan masukan atau bahkan kritik dengan berbagai perspektif,” ujarnya.
Jika kegiatan uji publik dapat terselenggara dengan baik, lanjut alumnus Universitas Brawijaya (UB) tersebut, ke depan akan dijadikan salah satu tahapan rutin dari pembentukan perda, khususnya raperda usul prakarsa DPRD.
“Terus terang kami sedang berupaya untuk mencari role model pembentukan perda yang ideal,” imbuhnya.
Hasan kemudian menambahkan bahwa uji publik merupakan salah satu tahapan penting sebagai implementasi amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 maupun Permendagri Nomor 80 Tahun 2015. Substansinya adalah keterlibatan publik.
“Pembentukan perda harus inklusif tidak boleh eksklusif. Masyarakat harus diberi ruang untuk berpartisipasi dalam pembentukan perda,” pungkasnya. (*)
Comment