SUMENEP, (WARTA ZONE) – Kasus dugaan korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep terus bergulir dan memasuki babak baru. Kini, isu mencuat bahwa sejumlah oknum wartawan diduga ikut terlibat dalam pusaran kasus yang tengah diselidiki aparat penegak hukum. Dugaan ini sontak memicu reaksi keras dari kalangan jurnalis lokal.
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumenep, Supanji, angkat bicara soal munculnya narasi yang menyudutkan profesi wartawan dalam kasus tersebut. Ia mendesak agar segala bentuk opini liar yang berkembang di media sosial segera dihentikan. Menurutnya, jika memang ada bukti keterlibatan oknum jurnalis, maka proses hukum harus ditegakkan.
“Jika memang benar ada oknum wartawan yang terlibat, maka saya tegaskan: segera tangkap! Tidak perlu banyak bermain opini di luar. Serahkan saja data yang ada ke penyidik,” tegas Panji, saat ditemui di sekretariat JMSI Sumenep. Selasa, 22 Juli 2025.
Ia juga menyayangkan maraknya konten media sosial yang mencoba menggiring opini tanpa dasar yang jelas. Narasi-narasi tersebut, kata dia, justru berpotensi merusak citra jurnalis secara keseluruhan, terutama mereka yang bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
“Kami tidak ingin profesi wartawan digeneralisir hanya karena ada satu dua oknum yang diduga terlibat. Yang salah harus diproses, tapi jangan semua dicap sama,” tegas mantan aktivis PMII Pamekasan ini.
Panji menilai, penyebaran informasi yang belum terverifikasi secara masif melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook, justru menjadi kontraproduktif terhadap upaya penegakan hukum dan pencarian fakta yang sebenarnya. Ia meminta agar masyarakat atau pihak-pihak yang merasa memiliki informasi atau bukti konkret, segera melaporkannya secara resmi ke aparat penegak hukum.
“Kalau memang ingin membuka semuanya, tinggal dibuka saja, jangan setengah-setengah. Sampaikan langsung ke penyidik,” kata dia.
Panji mengkhawatirkan adanya stigma negatif terhadap seluruh insan pers yang sebenarnya bekerja secara independen dan profesional. Menurutnya, penting untuk membedakan antara jurnalis profesional dan oknum yang hanya mengatasnamakan profesi wartawan untuk kepentingan pribadi.
“Kami sangat mendukung penegakan hukum tanpa pandang bulu. Jika ada yang terbukti bersalah, proses saja sesuai aturan. Tapi jangan sampai ini menjadi alat untuk menekan kebebasan pers atau menyamaratakan seluruh jurnalis,” ujarnya.
Pria kelahiran pulau Giliraja Kecamatan Giligenteng ini juga menekankan pentingnya peran organisasi profesi untuk melakukan pembinaan dan menegakkan etika jurnalistik di lapangan. Ia menyarankan agar Dewan Pers ikut memantau perkembangan kasus ini guna memastikan bahwa profesi wartawan tidak disalahgunakan.
Kasus BSPS di Sumenep menjadi perhatian luas karena menyentuh kepentingan masyarakat miskin dan diduga melibatkan banyak pihak dari berbagai latar belakang.
“Masyarakat kini menanti ketegasan aparat dalam menuntaskan kasus ini, termasuk terhadap siapa pun yang terbukti melanggar hukum, tak terkecuali mereka yang berlindung di balik profesi wartawan,” tandasnya.
Diketahui, program BSPS merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang disalurkan melalui Kementerian PUPR untuk meningkatkan kualitas rumah masyarakat berpenghasilan rendah. Di Kabupaten Sumenep, program ini menjadi sorotan karena diduga ada penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa selain pihak pelaksana dan pejabat terkait, sejumlah nama dari kalangan jurnalis lokal juga diduga kecipratan aliran dana program tersebut. Namun hingga kini, belum ada keterangan resmi dari aparat mengenai keterlibatan oknum jurnalis di kota keris. (*)
Comment