Permasalahan Ekonomi di Masa Pandemi, Picu Tingginya Angka Perceraian di Jember

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri
Caption : Tampak bagian depan Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Jember, Senin (4/10/2021).

Caption : Tampak bagian depan Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Jember, Senin (4/10/2021).

JEMBER, (WARTA ZONE) – Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jember, mencatat angka perceraian mulai bulan Januari hingga Oktober 2021 sebanyak 4300 kasus. Sedangkan yang paling dominan, angka kasus perceraian itu berada di wilayah selatan Kabupaten Jember.

Humas Pengadilan Agama Jember, Muhammad Hosen mengatakan, pemicu perceraian paling banyak dan umum adalah soal ekonomi.

“Bisa jadi karena saat ini kondisinya lagi pandemi Covid-19. Karena (cari) pekerjaan ini (susah), juga ada yang tidak mau bekerja. Ada juga yang tidak bisa balik ke tempat kerjanya. Seperti ke Bali. Sehingga mereka tidak kembali (bekerja) lagi, dan menjadi pengangguran hanya di rumah saja,” ucap Hosen, saat dikonfirmasi di kantor PA Jember, Jalan Cendrawasih, Kecamatan Senin (4/10/2021).

Baca Juga:  DPC IWAPI Resmi Dilantik, Bupati Hendy: Jember Harus Bisa Berpijak dan Mandiri

Untuk jumlah perkaranya, lanjut Hosen, Jember masih dibawah Surabaya dan Kabupaten Malang (kasus perceraian).

“Tapi untuk peringkat nomor 1 di Jawa Timur, bahkan peringkat 3 se Indonesia itu, Adalah penyelesaian perkara (terbanyak). Saat meng-upload (mengunggah) putusan perkara di Direktori Mahkamah Agung,” ujarnya.

Kata Hosen, untuk perkara perceraian yang ditangani PA Jember. “Tercatat dari bulan Januari hingga sekarang (awal Oktober 2021). Kisaran 4300 kasus. Dengan penyelesaian kasusnya tidak sampai ribuan. Tapi 400 – 500an kasus,” ungkapnya.

Terlebih lagi terkait masalah-masalah sepele dalam kehidupan rumah tangga dan pemicu terjadinya kasus perceraian.

Baca Juga:  Aturan Terbaru Naik Kereta Api saat Mudik Lebaran 2022

“Sehingga masuk di kategori itu (kasus perceraian), yang berakibat pada terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus,” kata Hosen.

“Contohnya hal sepele itu, seperti istrinya tidak mau membuatkan kopi. Kemudian si suami marah, dan juga bisa tengkar soal anak,”  sambungnya.

Saat ini, di Kabupaten Jember kasus perceraian paling banyak yang ditangani adalah pasangan suami istri yang berasal dari wilayah bagian selatan.

“Seperti dari (Kecamatan) Ambulu, dan Puger juga. Tapi untuk lebih detail angkanya di paniteraannya ya,” ungkapnya.

Baca Juga:  PDAM Jember Ungkap Rugi Ratusan Jutaan Rupiah, Diduga Akibat Pelanggan Nakal

Hosen juga menambahkan, untuk penyelesaian kasus perceraian tersebut, pihaknya berupaya untuk dapat ditekan.

Sehingga untuk pasangan yang menjalani pengadilan itu, mengurungkan niat bercerai.

“Kami menyarankan, untuk tetap mendamaikan supaya rukun kembali. Bahkan sampai di mediasi, ada petugas mediator sendiri. Jadi di mediasi secara maksimal, ada yang rukun, dan ada yang diteruskan (tetap untuk bercerai). Bahkan setiap kali sidang, kedua belah pihak ini didamaikan, dirukunkan, dan dinasehati oleh majelis,” ucapnya.

Terlebih lagi, jelas disampaikan dalam undang-undang. “Saat sidang pertama, wajib merukunkan, menasehati kedua belah pihak agar bisa rukun kembali,” tukasnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment