Menjawab Kritik Reaktivasi Kereta Api Bupati Fauzi

0 Komentar

Foto: Bupati Sumenep, Achmad Fauzi. (dok. Ist)

Penulis: Ahzam Habas
Pegiat literasi bermukim di Yogyakarta.

Menjelang pemilu yang paling sibuk biasanya lembaga survei. Mereka berlomba-lomba merilis elektabilitas si A dari partai ini sekian persen. Si B dari partai anu sekian persen dan seterusnya.

Dalam waktu bersamaan, media-media mainstream nasional mewartakan hasil survei itu secara massif. Bukan hanya sehari. Selama berbulan-bulan hasil survei itu menjadi headline.

Apakah anda percaya hasil survei. Apakah anda punya pengalaman empiris sebagai obyek survei. Saya pribadi tak pernah mengalaminya.

Oleh karena itu, saya lebih tertarik pada aktualisasi ide dan pikiran-pikiran dari seorang figur mendahului hasil surveinya.

Belakangan, setelah ide Bupati Fauzi untuk mereaktivasi kereta api di madura viral menjadi perbincangan publik, beragam respon muncul ke permukaan.

Baca Juga:  Gerak Cepat, Bupati Sumenep Bertolak dari Luar Kota Usai Terima Laporan Banjir Pragaan

Mulai dari elit partai lokal, para aktivis, para pegiat sosial, pekerja pabrik, pemerhati budaya hingga pengacara ikut angkat bicara.

Ide reaktivasi kereta api Bupati Fauzi memang seksi. Ide itu telah berhasil menggelitik nalar dan menyentil emosi masyarakat Madura.

Mereka yang selama ini antipati pada Bupati Fauzi, segera menuding ide reaktivasi itu pengalihan isu kepulauan yang mereka opinikan minim pembangunan.

Mereka juga tak segan menuduh ide reaktivasi kereta api itu sebagai branding dan panggung politik.

Tapi bagi mereka yang berpikiran waras, pasti memahami berbagai tafsir bias semacam itu sudah lazim terjadi dalam lanskap kontestasi dan rivalitas politik.

Jadi, apapun yang diperbuat Bupati Fauzi akan digiring dengan opini miring dan sebisa mungkin akan diamputasi dengan berbagai cara.

Baca Juga:  Penyaluran BPNT di Pamekasan Dilakukan Secara Bertahap

Padahal, dalam teori psikologi sosial, tafsir-tafsir penuh bias seperti itu hanya mungkin timbul dari perasaan orang-orang panik.

Mereka, orang-orang yang sebenarnya miskin ide dan tak punya bekal cukup untuk memenangkan kontestasi tapi tetap ‘watmagawat’.

Harus diakui, keberanian dan kecerdasan Bupati Fauzi melontarkan ide reaktivasi kereta api di Madura karena hal-hal sebagai berikut:

Pertama, aktualisasi ide reaktivasi itu keluar dari konteks berupa ‘pakem’ dan ‘tradisi’ mengandalkan hasil survei elektabilitas yang sudah dipersepsi negatif oleh masyarakat tapi tetap dilakukan oleh para calon kontestan pilkada.

Umumnya para kandidat peserta pilkada, dimanapun, itu lebih fokus menaikkan elektabilitas melalui survei. Mereka ingin survei dapat mengubah persepsi dan menggiring opini.

Baca Juga:  Turun Langsung ke Lapangan, MUI Jatim bersama Baznas Sumenep Salurkan Bantuan Korban Banjir

Dengan kata lain hasil survei menjadi indikator kepantasan untuk bertarung di pilkada. Sementara Bupati Fauzi, tidak demikian.

Kedua, Bupati Fauzi berani bertarung ide. Ia memutuskan ‘out of the box’ dengan melontarkan ide reaktivasi kereta api, disaat kompetitor-kompetitornya sibuk di urusan survei.

Pilihan keputusan Bupati Fauzi inilah yang membuatnya istimewa sehingga para pesaingnya kalangkabut.

Harusnya, ide reaktivasi kereta api Bupati Fauzi ini didukung bukan ditelikung. Sebab bagaimanapun, reaktivasi itu untuk masyarakat. Untuk mengatasi potensi persoalan transportasi yang terjadi di masa kini dan masa mendatang. Inilah, legacy Bupati Fauzi untuk madura. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment