SUMENEP, (WARTA ZONE) — Penolakan tambang fosfat kian menguat di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Terbaru, Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) MWC NU Pragaan, mulai angkat bicara.
Hal ini disampaikan pada saat acara Seminar dan Diskusi Publik dengan tema ‘Tambang Fosfat, Ancaman Kerusakan Alam di Kecamatan Pragaan’ di Aula MWC NU Pragaan, Minggu (24/1) kemarin.
Ketua Lakpesdam MWC NU Pragaan, Zubairi Karim mengatakan, kegiatan tersebut merupakan gerakan awal sebagai bentuk advokasi kepada masyarakat agar tidak menjadi korban akibat penambangan fosfat.
“Kami juga bakal mendatangkan pakar ekologi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat soal dampak negatif dari tambang tesebut,” ucap Zubairi.
“Persoalan ini bukan main-main, sebab menyangkut kenyamanan kehidupan anak cucu kita ke depan,” imbuhnya.
Zubairi menilai, mayoritas masyarakat masih awam akan tambang fosfat. Meski sebagian yang lain seperti di Desa Sentol Laok sudah mulai paham soal akibat dari penambangan pengerukan kekayaan alam di Bumi Sumekar.
“Kami akan terus mengedukasi masyarakat agar tidak terpengaruh keuntungan sesaat. Sebab, ini benar-benar persoalan yang tidak main-main,” tegasnya.
Dalam acara tersebut, Lakpesdam MWC NU Pragaan juga menghadirkan dua pemateri, yakni; Kiai Dardiri Zubairi, pegiat Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’potoh (BATAN) dan anggota DPRD Sumenep, Irwan Hayat.
Kiai Dardiri sendiri adalah sosok ulama kharismatik asal Kecamatan Gapura, ia salah satu kiai yang fokus dan getol menyuarakan penolakan penguasaan tanah oleh investor untuk kepentingan tambang sumber daya alam dan tambak udang. Menurut dia, masyarakat harus disadarkan dari kepentingan sesaat.
“Jika batu karst dirusak, maka dampaknya akan dilanda kekeringan. Dan jika hujan, banjir pun tidak bisa dihindari,” katanya.
Soal fosfat, ia mencontohkan Negara Nauru, Pasifik Tengah, yang semula kaya tiba-tiba jatuh miskin akibat dari penambangan fosfat besar-besaran. Kini Negara kecil itu hanya bisa mengandalkan bantuan Australia.
“Sejauh ini masyarakat hanya mengetahui beberapa titik kandungan fosfat di media sosial, padahal masih banyak lokasi lain yang tidak tercatat dalam peta penambangan fosfat,” sebutnya.
Sementara itu, politisi PKB, Irwan Hayat menegaskan, pihaknya akan terus berupaya menyuarakan kepentingan rakyat di parlemen soal penambangan fosfat. Sebab, menurutnya kebijakan pemerintah harus berdampak baik untuk lingkungan.
“Itu harus dikaji secara mendalam, tidak hanya soal kepentingan industri. Faktor sosial, faktor alam dan dampak lainnya itu harus dikaji secara utuh,” ungkapnya.
Soal revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kata sekretaris Fraksi PKB ini, masih belum final. Sebab, hingga saat ini, pihaknya masih belum menerima draf dan naskah akademik dari Kementerian PUPR RI.
“Informasinya masih belum turun. Artinya belum ada persetujuan,” katanya.
Ia berharap, sebelum pembahasan Perda tersebut digelar atau dibahas di DPRD Sumenep, pemerintah terlebih dahulu mengadakan konsultasi publik dengan tokoh agama dan masyarakat.
“Harus ada grand design di mana kawasan lindung, di mana kawasan pertanian dan di mana kawasan industri,” tandasnya. (*)
Comment