Lebaran Ketupat Ala Warga Pulau Giliraja di Tengah Pandemi Covid-19

0 Komentar

Suasana warga Desa Jate, Pulau Giliraja, saat merayakan lebaran ketupat di tengah pandemi Covid-19.

SUMENEP, (WARTA ZONE) — Satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, masyarakat muslim Pulau Giliraja, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur merayakan Hari Raya Ketupat. Menurut tradisi, lebaran ketupat biasanya dilaksanakan pada tanggal 8 syawal.

Penyebutan Lebaran ketupat sendiri berbeda di setiap daerah. Khusus Warga Pulau Giliraja, lebih akrab dikenal dengan sebutan Telasan Topak.

Wakil Ketua Yayasan Al-Arief Jate, Homsi menjelaskan, Sunan Kalijaga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan lebaran ketupat kepada masyarakat Jawa pada tahun 1600an Masehi melalui hidangan ketupat.

“Lebaran ketupat dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal karena enam hari sebelumnya umat muslim menjalankan ibadah puasa Syawal yakni pada 2 hingga 7 Syawal,” ujarnya.

Lebaran Ketupat, kata Homsi, merupakan makanan yang berbahan beras dibungkus anyaman daun kelapa atau daun pandan. Setelah diisi beras, dikukus hingga matang dan jadilah ketupat.

Meski tergolong sederhana, namun ketupat memiliki makna penting. Dalam bahasa Jawa, ketupat berarti ‘ngaku lepat’ atau mengaku bersalah.

“Ketupat menjadi simbol permintaan maaf bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya, mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya. Apabila ketupat tersebut dimakan, secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah serta khilaf antar keduanya terhapus,” jelas Homsi.

Ketupat biasanya dihidangkan bersama dengan opor ayam, dihidangkan untuk menyambut kedatangan kerabat, sanak saudara, hingga para tetangga. Namun, ada pula masyarakat yang mengantarkan ketupat ke rumah-rumah kerabat maupun tetangga ditambah dengan Lepet. Seperti halnya di Pulau Giliraja.

Perayaan Lebaran ketupat tahun ini dipastikan tak semeriah dari tahun-tahun sebelumnya karena pandemi Corona (COVID-19). Adanya physical distancing memaksa umat muslim tak bisa leluasa bersilaturahmi.

Yunita Irani salah satu warga mengungkapkan, jika Lebaran Ketupat tahun ini hadir dengan nuasa berbeda. Jika tahun-tahun sebelumnya, dia selalu berkunjung ke rumah mertua, saudara, pun juga rumah tetangga, setelah menggelar do’a bersama di Masjid, maka tahun ini harus rela berdiam diri di rumah.

“Biasanya malam Lebaran ketupat kita ngumpul sama keluarga, bikin ketupat ramai-ramai untuk disantap saat sarapan pagi pada esok harinya. Tapi tahun ini tidak bisa karena kita tidak boleh kemana-mana,” tuturnya.

“Tahun-tahun sebelumnya, kita bagi-bagi lontong ketupat beserta lauknya ke tetangga. Tapi tahun ini harus di rumah saja,” imbuhnya mengakhiri perbincangan. (rif/bil)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment