Lebaran Ketupat, Sejarah dan Tradisi Merayakannya

0 Komentar
Reporter : Helmy
Lebaran Ketupat, Sejarah dan Tradisi Merayakannya

Gambar beberapa ikat ketupat di atas nampan, sebuah makanan khas yang biasa disuguhkan pada hari raya. (Sumber: Meutia Chaerani/Wikipedia).

WARTA ZONE – Di Indonesia, perayaan hari lebaran dirayakan dengan variasi yang berbeda-beda. Utamanya pada hari raya Idulfitri, masyarakat Indonesia biasa merayakan lebaran dua kali.

Lebaran pertama yaitu dilakukan pada awal bulan Syawal (hari raya Idulfitri). Perayaan kedua dilaksanakan pada hari kedelapan setelahnya atau yang lebih dikenal dengan lebaran ketupat.

Lebaran Ketupat merupakan representasi dari puasa bulan Syawal yang dilakukan selama 6 hari. Terhitung mulai tanggal 2 Syawal hingga pada tanggal 7.

Hal ini mengacu pada Rasulullah yang menganjurkan umat Islam untuk melakukan puasa sunah selama 6 hari di bulan Syawal.

Artinya: “Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” (HR. Muslim).

• Berawal dari Sunan Kalijaga

Asal mula perayaan Lebaran Ketupat tidak muncul begitu saja. Ada hal yang melatarbelakangi terhadap lahirnya tradisi lebaran ketupat yang berkembang di masyarakat saat ini.

Baca Juga:  Momentum Idul Fitri 1443 H, Kepala Dinas PRKP Pamekasan Ajak Masyarakat Menjadi Lebih Baik

Berdasarkan keterangan di kontan.id yang merujuk pada NU Online, timbulnya tradisi Lebaran Ketupat tidak lepas dari kiprah Sunan Kalijaga sewaktu mensyiarkan agama Islam.

Selama proses dakwah di tanah Jawa, sunan Kalijaga mengenalkan dua istilah Bakda pada masyarakat. Yaitu Bakda pertama adalah Bakda Lebaran, yang kedua Bakda Kupat.

Dalam prosesi pelaksanaannya, perayaan Bakda Lebaran dilakukan sejak selesai salat Id hingga pada tradisi kunjung-mengunjungi sanak keluarga dan saling maaf-maafan.

Sedangkan Bakda Kupat dilakukan pada satu minggu setelah perayaan lebaran.

Lumrahnya, masyarakat Jawa pada perayaan Bakda Kupat dilambangkan dengan pembuatan ketupat yang dilakukan secara bersama-sama dan dibagikan pada sanak saudara.

Ada banyak hal yang dapat kita petik dari perayaan Lebaran Ketupat. Filosofi yang terkandung di dalamnya sangat kental akan pelajaran hidup bagi seorang manusia.

Baca Juga:  Lebaran Ketupat, Puncak Lanjari Soddara Siap Manjakan Pengunjung

Dilansir dari laman iNwes.id, istilah ketupat berasal dari bahasa Jawa dari satuan kata “Ngaku lepat” yang memiliki makna mengakui.

Dalam hal ini diartikan dengan sikap kelapangan seseorang yang mengakui segala kesalahannya. Dan yang kedua yaitu “Laku papat” yang berarti empat tindakan.

Representasi dari Ngaku Lepat merupakan bentuk dari kesadaran seseorang akan kesalahannya dengan cara melakukan tradisi sungkeman kepada orang tua, keluarga, dan sanak famili lainnya.

Makna lain yang dapat dipetik dari tradisi ini adalah sikap kasih sayang dan budi pekerti terhadap orang tua dan saling membuka pintu maaf sesama manusia harus dilakukan dengan ikhlas.

Sementara Laku Papat atau empat tindakan yang dimaksud di atas adalah:

Baca Juga:  Bupati dan Wabup Sumenep Gelar Halalbihalal Perdana Usai Libur Lebaran

1. Lebaran yang berarti usai, menandakan bahwa Ramadan telah selesai.

2. Luberan atau melimpah seperti air yang tumpah. Memiliki makna berbagi limpahan rezeki dengan fakir miskin atau orang yang tidak mampu.

3. Leburan. Mengandung makna melebur dosa dengan cara saling memaafkan satu sama lain.

4. Laburan. Laburan merupakan bahasa Jawa yang berasal dari kata “Labur” atau kapur putih. Dengan hal ini, makna yang terkandung pada tindakan yang keempat, umat Islam akan kembali bersih dan suci dengan berbagai ibadah yang dilakukan.

Itulah sehimpun tentang Lebaran Ketupat yang dapat penulisan sajikan dari berbagai sumber untuk para pembaca yang budiman. Semoga pintu maaf selalu terbuka dan segala kesalahan diampuni. Minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment