PROBOLINGGO, (WARTA ZONE) – Advokat Shahibul Arifin sebagai pengacara Nadia Uluhiyah mengultimatum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, lantaran diduga mempersulit kliennya dalam hal pengurusan izin.
Izin dimaksud adalah Sipa (surat izin praktek apoteker) yang sudah dua bulan lebih sejak pengurusan tak kunjung ada kabar.
Shahibul Arifin selaku pengacara Nadia mengaku telah proaktif menanyakan perkembangan pengurusan izin yang dilayangkan, namun dari pihak IAI justru diduga melakukan maladministrasi.
“Kami ultimatum IAI Probolinggo dalam waktu 3 x 24 jam jika tidak memberikan rekomendasi Sipa apoteker apotik klien kami,” terangnya. Senin, 12 September 2022.
Langkah itu diambil lantaran IAI tidak memberikan rekomendasi terhadap Sipa apoteker dari apotik kliennya dengan alasan jarak.
“Menurut IAI jarak antara apotik yang lain dengan apotik klien kami tidak sampai 3 km yaitu 2,7 km, padahal masalah jarak itu bukan kewenangan IAI tapi kewenangan Pemda Probolinggo tentu dengan Perbup (Peraturan Bupati)-nya,” urai advokat muda berdarah Madura ini.
Menurut Ari-sapaan akrab Shahibul Arifin, sejak 5 Juli 2022 ia mendaftarkan rekom Sipa apoteker apotik Nadia, belum ada Perbup yang mengatur masalah jarak.
Maka pertanyaannya, apa legal standing IAI ngatur jarak apotik yang satu dengan yang lainnya? karena sesuai Permenkes jarak diatur dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotik.
“Yang berwenang mengatur kefarmasian itu, termasuk jarak apotik yang satu dengan yang lainnya adalah pemerintah daerah bukan IAI, jadi nanti turunannya adalah Perbup,” terangnya.
Kedua, IAI mengatur jarak minimal juga tidak logis karena mayoritas daerah yang lain itu 500 meter sudah bisa, karena memang tujuannya untuk memberikan akses kesehatan bagi masyarakat dalam hal ini akses mendapatkan obat.
“Bahkan masyarakat di sekitar klien kami sangat menginginkan apotik dibuka,” imbuhnya.
Ketiga, Ari mengaku sudah beberapa kali bertanya kepada IAI dan meminta aturan tertulis terkait pengaturan jarak karena di daerah yang lain diatur dengan Perbup.
“IAI tidak bisa menunjukkan kepada kami, lalu apa rujukan mereka mengatur jarak, patut diduga melakukan maladministrasi,” tudingnya.
Sejatinya, IAI hanya mengurus mengeluarkan rekomendasi Sipa apoteker, yaitu fokus pada keanggotaan bukan pada kefarmasiannya atau keapotikannya.
“Jadi nggak usah lah IAI ngatur-ngatur soal jarak apotik, karena hal tersebut merupakan kewenangan Pemda,” sarannya.
Untuk itu, jika permohonan rekomendasi kliennya tidak diberikan, pihaknya tengah mempersiapkan melaporkan IAI Kabupaten Probolinggo ke Ombudsman RI, karena patut diduga telah melakukan perbuatan maladministrasi.
“Tindakan IAI Probolinggo yang membuat peraturan sendiri tentang jarak apotek merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Dengan tidak memberikan rekomendasi merupakan bentuk penyimpangan prosedur, tindakan diskriminatif, bahkan termasuk kelalaian atau pengabaian, dan penundaan berlarut,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah melalui sambungan telepon aplikasi perpesanan Ketua IAI Probolinggo Rokayah tidak menjawab.
Bahkan, media ini mencoba menghubungi hingga dua hari belum juga ada tanggapan. Pesan yang dikirim hanya dijawab singkat.
“Alaikumsalam mas.. In Shaa Allah nanti kita atur waktu ketemu ya. Masih pelatihan saya,” singkatnya. (*)
Comment