Cuaca Ekstrim, Harga Cabai dan Terong di Jember Lesu

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri
Foto: Penjualan cabai ditingkat petani mengalami penurunan harga, Rabu (3/11/2021).

Foto: Penjualan cabai ditingkat petani mengalami penurunan harga, Rabu (3/11/2021).

JEMBER, (WARTA ZONE) – Cuaca ekstrim pada musim penghujan, mengakibatkan para petani cabai di Jember mengeluh. Akibatnya, penjualan cabai mengalami penurunan harga.

Selain harga cabai, harga sayuran seperti terong pun juga mengalami penurunan harga.

“Jadi dari monitor saya hari ini, ada di beberapa titik komunitas petani lagi terjun bebas harganya. Jadi seperti cabai rawit, cabai merah besar, dan beberapa sayuran yang lain. Ini mengalami harga yang kurang menguntungkan bagi petani,” ucap Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Jumantoro saat dikonfirmasi, Rabu (3/11/2021).

Ia menjelaskan, seperti harga terong yang mengalami penurunan. “Yang kemudian hari ini harganya Rp 600-1.000,- per kilo, ditingkat petani,” ujarnya.

Baca Juga:  Fakta Baru Kiai Diduga Cabuli Santri di Jember, Akan Laporkan Balik Istri yang Sudah Ditalaknya

Sedangkan untuk harga cabai rawit berkisar dari Rp5-7 ribu per kilo. Kemudian cabai merah besar berkisar antara Rp 8-11 ribu per kilo.

“Nah ini sangat merugikan petani, dikala petani berjibaku dengan cuaca ekstrim, biaya produksi tinggi, dan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) merjalela,” sambungnya.

Padahal, kata Jumantoro, para petani sangat ekstra dalam merawat tanamannya. Sehingga ketika musim panen tiba, dan pada saat panen harganya kurang menguntungkan.

“Ini juga salah satu rotasi dampak adanya corona dan sangat berdampak pada faktor ekonomi juga. Sehingga serapan komunitas pertanian ini sangat rendah,” imbuhnya.

Kemudian terkait penjelasan lainnya, lanjut Jumantoro, adanya pembatasan dari segi perjalanan.

Baca Juga:  Menparekraf Sandiaga Uno Janji Masukkan JFC dalam Kalender Even Pariwisata Internasional

“Sehingga banyak di luar pulau jawa tidak menggantungkan suplai dari luar jawa lagi,” katanya.

Lebih lanjut Jumantoro mengatakan, kedepannya para petani juga membutuhkan adanya akses informasi pasar dari pemerintah daerah.

“Itu yang sangat penting, sehingga petani bisa mengestimasi. Mereka harus tanam apa? Makanya, akses informasi pasar itu tidak terjadi disparitas (perbedaan,red) harga yang terlalu tinggi. Antara petani dan pedagangnya. Misalnya dari petani harganya Rp7 ribu, dan di pedagang bisa jadi harganya menjadi Rp15-20 ribu,” ungkapnya.

Akses informasi pasar ini, kata dia, harus difasilitasi oleh pemerintah daerah. Sehingga bisa update harga setiap harinya.

Baca Juga:  Viral Bocah 14 Tahun di Jember Diduga Dicabuli Pamannya, Ngaku Diancam Akan Dibunuh

“Ditingkat pengepul, ditingkat petani, maupun digrosir itu berapa. Sehingga paling tidak petani bisa tahu harga di komunitas pertanian per harinya,” sambungnya.

Terkait update harga itu, harusnya tidak hanya di tingkat Dinas saja. Tentunya juga bisa lewat media sosial (medsos). Baik itu dari informasi FB, Telegram, WA juga.

Sehingga bagaimana nantinya akses update informasi pasar itu bisa diketahui oleh petani.

“Dan ini bukan tugas dari Dinas Pertanian saja, pastinya juga Dinas Perdagangan dan Dinas Pasar,” tutupnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment