JEMBER, (WARTA ZONE) – Diskusi publik yang digelar oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Pelajar Kebangsaan (GMPK) Jember pada tanggal 30 September 2023 menjadi forum penting untuk menggali pemahaman tentang “Peran Pemuda dalam Demokrasi di Tahun Politik”.
Diskusi ini menghadirkan berbagai poin menarik dalam pembahasan peran pemuda dalam politik, yang diawali dengan sambutan dari Ketua DPC GMPK Jember, Naufal Aby Yunus.
Dalam sambutannya, Naufal Aby Yunus mengawali acara dengan mengenang peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan September. GMPK (Gerakan Mahasiswa Pelajar Kebangsaan), kata dia, lahir dari keresahan aktivis dan pemikir.
Di tengah perubahan zaman yang begitu cepat, penting bagi pemuda untuk mempertimbangkan peran mereka dalam kancah politik.
Pada tahun 2045, bonus demografi Indonesia akan mencapai puncaknya, dan tahun 2024 akan menjadi saat yang krusial bagi pemuda untuk menyamakan persepsi dan memastikan pemilihan pemimpin yang tepat untuk masa depan.
Diskusi kemudian dilanjutkan oleh pemateri utama, Eko Nuryahya, yang merupakan seorang pengamat politik. Eko membahas situasi kekinian yang dihadapi oleh generasi muda, terutama dalam konteks pemilu.
Dia menekankan bahwa pemuda memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi, dan Indonesia ditakuti bukan hanya karena kekuatan militer, tetapi karena rakyatnya yang beragam.
Eko juga mencatat bahwa algoritma pemilu terus berubah dan berkembang setiap detik, sehingga penting bagi pemuda untuk memiliki dasar pemikiran yang kuat tentang bagaimana mereka dapat berperan dalam pemilu.
Dia merujuk pada fenomena sosial media dan film dokumenter “The Social Dilemma” di Netflix sebagai contoh masalah sosial yang muncul. Kepedulian, ketulusan, dan ketulusan hati adalah nilai-nilai yang harus dimiliki oleh pemuda Indonesia.
Eko juga membahas masalah sosial seperti hilangnya kepedulian dan ketulusan dianggap sebagai akar dari berbagai permasalahan yang saat ini mengganggu demokrasi. Dia menyoroti adiksi media sosial sebagai masalah yang dihadapi oleh generasi muda, tetapi juga menekankan pentingnya menggunakan platform ini dengan bijak.
Ketulusan hati, menurut Eko, adalah kunci untuk membentuk kepribadian yang mudah percaya dan mudah memaafkan. Ikhlas, atau kesediaan untuk berbuat tanpa berharap apapun, adalah rahasia yang harus disembunyikan dalam memperjuangkan demokrasi yang sehat.
“Saya tidak mau demokrasi diatur oleh sosial media,” itu sebagai peringatan penting bahwa pemuda harus memiliki pandangan yang independen dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi di media sosial.
Diskusi ini mengingatkan semua bahwa peran pemuda dalam menjaga demokrasi di tahun politik adalah penting.
Dalam menghadapi pemilu yang semakin kompleks, pemuda harus memahami nilai-nilai seperti kepedulian, ketulusan, dan ikhlas, serta memiliki pemikiran yang kritis dan independen. Dengan begitu, mereka dapat menjadi agen perubahan positif dalam memastikan masa depan demokratis Indonesia yang lebih baik. (*)
Comment