SUMENEP, (WARTA ZONE) – Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk menggelar seminar nasional dengan mendatangkan sejumlah pembicara, salah satunya Ketua Komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fath.
Dalam penyampaian materinya, politisi muda PDI Perjuangan itu mengajak santri dan mahasiswa untuk menjadi benteng penjaga Pancasila.
Dalam lembaran sejarah, kata Darul, kehadiran santri memiliki andil yang sangat besar dalam menjaga ideologi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain ikut serta menjaga kedaulatan Indonesia, peran santri juga patut diperhitungkan dalam pembentukan negara, yang saat itu dicontohkan oleh KH. Wahid Hasyim.
“Jauh sebelum republik ini diproklamasikan oleh Bung Karno dan kawan-kawannya. Perlu diketahui bahwa salah satu di antara anggota sidang BPUPKI, ada seorang santri di dalamnya, yakni KH. Wahid Hasyim,” tegas Darul di hadapan peserta seminar. Senin, (28/03/2022).
Dalam pandangan Darul, sosok santri juga memiliki peran penting dalam memajukan bangsa. Yang dalam kekuatannya, peran berpikir santri menjadi bukti peradaban politik negara.
“Kepada para santri dan mahasiswa, belajar yang serius di Ponpes Annuqayah ini,” sebutnya.
Pondok pesantren Annuqayah, lanjut politisi asal Kepulauan Masalembu ini, memiliki berkah yang berlimpah ruah.
“Presiden Jokowi sampai jauh-jauh dari Jakarta datang ke sini. Kepala BPIP Prof Yudian, juga merasa penting datang ke Annuqayah. Berarti ada berkah yang hendak dijemput di pondok ini,” sambung Wakabid Kaderisasi dan Ideologi DPC PDI Perjuangan Sumenep.
Tak hanya itu, dalam kacamata Darul, pondok pesantren dan santri menjadi lumbung segala upaya untuk menyatukan perbedaan. Sebab, pesantren merupakan lembaga keagamaan yang bisa mempersatukan faksi-faksi politik anak bangsa.
“Saya ingin katakan, bila politik kerap dipahami sebagai ikhtiar memisahkan satu sama lain ke dalam golongan dan ideologi, politik juga berfungsi mempersatukan kelompok-kelompok yang menisbatkan dirinya berbeda. Siapa yang berhak mempersatukan faksi-faksi ini? Adalah lembaga keagamaan yang memiliki otoritas sejarah dan sosial. Dan saya meyakini pesantren Annuqayah ini menjadi tempat yang bisa mempersatukan kepentingan politik anak bangsa ini,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua BPIP RI Yudian Wahyudi mengungkapkan kebahagiaannya karena bisa berkunjung ke Ponpes Annuqayah.
Pada kesempatan itu, Prof Yudian juga membeberkan tentang sejarah ‘Salam Pancasila’ yang pada mulanya dilakukan oleh Bung Karno untuk mempersatukan bangsa.
Ia menegaskan, salam Pancasila bukan pengganti salam keagamaan, melainkan salam persatuan untuk kebangsaan.
“Bung Karno bilang kita ini kemajemukannya berlapis-lapis. Supaya tidak repot dengan hal-hal sensitif, maka perlu ada salam pemersatu kebangsaan,” kata Yudian, menjelaskan.
Saat Bung Karno mengenalkan salam Pancasila, kata dia, mencontohkan sikap Nabi Muhammad ketika menyapa umatnya menggunakan kata assalamualaikum.
Hanya saja, karena di Indonesia adalah negara Pancasila yang tidak hanya mengakui satu agama, maka atas dasar itu, guna menjaga kebangsaan Bung Karno mengusulkan salam merdeka yang bentuk gerakannya seperti salam Pancasila.
“Tapi lama-lama kan, kita ini sudah merdeka, masa mau ngomong merdeka lagi,” ujarnya.
Hal serupa pun juga dilakukan Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pembina BPIP, yang menggunakan salam merdeka Bung Karno menjadi salam Pancasila.
Adapun filosofi gerakan mengangkat tangan di atas pundak, sebagai bentuk pengalaman kelima Pancasila yang harus ditanggung dan menjadi kewajiban rakyat Indonesia.
“Bentuk gerakannya yaitu mengangkat tangan kanan lima jari di atas pundak sedikit. Ini maksudnya adalah mengamalkan kelima sila Pancasila dan harus ditanggung dan menjadi kewajiban bersama-sama rakyat Indonesia,” urainya. (*)
Comment