Tolak Dampak Limbah Tambak Udang, Masyarakat Dua Desa di Jember Wadul Dewan

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri
BERLANGSUNG: Rapat Dengar Pendapat (RPD) di Lantai 3 DPRD Jember terkait penolakan adanya industri tambak modern di Kecamatan Gumukmas dan Kecamatan Puger (Foto: Nur Imatus Safitri)

BERLANGSUNG: Rapat Dengar Pendapat (RPD) di Lantai 3 DPRD Jember terkait penolakan adanya industri tambak modern di Kecamatan Gumukmas dan Kecamatan Puger (Foto: Nur Imatus Safitri)

JEMBER, (WARTA ZONE) – Puluhan warga dan nelayan Kecamatan Gumukmas dan Kecamatan Puger, Jember, melakukan rapat dengar pendapat di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember. Senin, (31/5/2021) siang. Terkait hal itu, menindaklanjuti adanya penolakan dampak industri tambak modern (Udang Vaname) dan Tambak Pengelolaan Coldstorage (ICS), di Desa Kepanjen dan Desa Puger.

Hearing tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Jember Agus Sufyan, dan dihadiri ketua Komisi A Tabroni, Ketua Komisi B Siswono, dan Ketua Komisi C David Handoko Seto. Serta diikuti sejumlah anggota dewan dari masing-masing komisi.

Hasil Rapat Dengar Pendapat (RPD), menurut ketua pemimpin rapat Agus Sufyan, dengan adanya pengaduan masyarakat terhadap penolakan industri tambak. Dampak limbah yang tidak tertangani dengan baik, dan rusaknya lingkungan dan ekosistem pesisir.

“Berdasarkan dari keluhan masyarakat, dampak limbah di sepadan pantai di dua desa. Yaitu, desa kepanjen dan desa puger,” ucap Agus Sofyan, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan usai rapat dengar pendapat.

Kemudian, mengenai berbagai persoalan yang ditimbulkan adanya industri tambak modern itu. Lanjut Agus, pihak DPRD akan mengawal terkait dampak limbah.

“Kalau ini dianggap bermasalah, dianggap merugikan, kita akan kawal sampai tuntas. Karena berdasarkan dari keluhan masyarakat, sudah sangat parah. Contohnya nelayan yang biasanya dalam satu hari mendapat tarola 1 Kwintal, dalam hal ini menurun drastis,” ujarnya.

“Sedangkan untuk petani yang juga terkena dampaknya, ada sekitar 100 Hektar lebih,” sambungnya.

Sehingga, pihak DPRD Jember akan mengembalikan sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

“Kalau memang pengusaha mau berusaha dengan benar, maka limbahnya harus dikelola juga dengan benar. Sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat Kepanjen (Desa), maupun masyarakat Puger (Desa),” katanya.

Untuk menindaklanjuti penolakan limbah tambak itu, DPRD Jember bersama dengan pihak Kepala Kecamatan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan meninjau langsung ke dua lokasi (Desa) tersebut.

“Yang tujuan utamanya kita fokus untuk penanganan pencemaran limbah itu sendiri. Dan kita rasa tidak mudah persoalan ini, tentunya akan kita urai bersama-sama. Antara Legislatif, Eksekutif, dan pengusaha-pengusaha berdasarkan dengan masukan masyarakat,” imbuhnya.

Terpisah, Perwakilan Kelompok Forum Masyarakat Desa Kepanjen Muhammad Faqih mengatakan, dampak adanya industri tambak modern, tentunya dinilai meresahkan masyarakat. Dianggap telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang ada di wilayah sungai wilayah setempat.

“Kami bersama kelompok forum masyarakat (Desa) Kepanjen, bicara soal dampak dari industri tambak modern. Terkait dampaknya secara ekologis, sosial, dan ekonomi. Ini Sangat merugikan masyarakat nelayan dan petani,” kata Perwakilan Kelompok Forum Masyarakat Desa Kepanjen Muhammad Faqih saat dikonfirmasi usai RDP.

Dari hasil temuan di lapangan, lanjut Faqih, dari dampak limbah itu, hasil tangkapan nelayan cenderung menurun drastis.

“Karena dibuktikan dengan hasil tangkapan kecil dan sedikit dibanding kondisi air (laut) saat normal (tidak tercemar limbah dari keberadaan tambak modern). Jika ingin mendapat ikan dengan hasil tangkapan cukup banyak, harus ke tengah laut, yang hal ini membuat logistik harus lebih banyak, ditambah juga karena BBM banyak dipakai,” ungkapnya.

“Kemudian, ada sisi regulasi yang dicederai. Menurut rencana tata ruang wilayah Perda Pemerintah Kabupaten Jember tahun 2015 itu, yang mengatur sepadan pantai sebagai kawasan lindung. Dimana didalamnya tidak diperuntukkan pengelolaan industri tambak itu sendiri,” sambungnya.

Ditanya lebih jauh terkait kendala dan persoalan ini, menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua PMII Cabang Jember itu, Pemerintah harus mengambil tindakan agar tidak merugikan masyarakat.

“Tentunya selama masuk sepadan pantai, segera revisi perda RT/RW yang (harusnya), berpihak kepada masyarakat. Ada sebuah sorotan terhadap cara pengambilan keputusan mengenai Perda RT/RW itu, yang (harusnya) mengacu menteri ATR BPN Tahun 2017. Tapi ya tinggal pemerintah hari ini mau berpihak kepada masyarakat atau tidak,” pungkasnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment