All Eyes on Rafah Bukan Soal Pro Kontra, Tapi Soal Kemanusiaan

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri
Foto: Kajian perjuangan rakyat Palestina yang sampai saat ini melawan kekejaman dari Zionis Israel, di halaman Cafe Pakder Space Meeting Point Perum Cendrawasih Green Residence, Kecamatan Patrang, Jember, Jumat malam (31/5/2024).

Foto: Kajian perjuangan rakyat Palestina yang sampai saat ini melawan kekejaman dari Zionis Israel, di halaman Cafe Pakder Space Meeting Point Perum Cendrawasih Green Residence, Kecamatan Patrang, Jember, Jumat malam (31/5/2024).

JEMBER, (WARTA ZONE) – Puluhan anak muda atau akrab disebut Gen Z yang tergabung dalam Majelis Gaul Jember melakukan kajian tentang perjuangan rakyat Palestina yang sampai saat ini melawan kekejaman dari Zionis Israel.

Dari acara yang dikemas dalam bentuk kajian majelis dan digelar di halaman Cafe Pakder Space Meeting Point Perum Cendrawasih Green Residence, Kecamatan Patrang, Jember, Jumat malam (31/5/2024).

Pemateri yakni Dzuriat Habib Soleh Tanggul Habib Muhammad Al Hamid Bin Haydar Al Hamid dan Founder Majelis Gaul Hutri Agus Prayudo itu. Menyoroti soal aksi All Eyes on Rafah.

Menurut Ustaz Hutri, aksi gerakan All Eyes on Rafah bukan soal isu agama ataupun upaya negatif mengajak perang. Tapi mengajak kalangan Gen Z untuk tetap memiliki rasa kepedulian dan kemanusiaan tentang apa yang terjadi di Palestina.

Selain itu, kata Ustaz Hutri, dirinya juga merasa prihatin dengan sikap yang ditunjukkan mantan Dubes AS untuk PBB Nikki Haley yang menulis pesan ‘Habisi Mereka’ di rudal Israel untuk menyerang Palestina.

“Tindak ketidakadilan, kalau dibiarkan tanpa counter opinion, dia akan merasa tindakannya benar. Padahal kita tahu semua, PBB dan Amerika selaku polisi dunia senantiasa terus menggaungkan perdamaian,” kata Ustaz Hutri saat dikonfirmasi usai acara kajian majelis.

“Nah, maka tindakan seperti itu, Tulisan Finish Them pada roket yang ditembakkan pada pengungsi di Rafah. Itu adalah (bentuk) cacat moral yang dahsyat dan dilakukan oleh mantan kedubes amerika untuk PBB,” sambungnya.

Baca Juga:  Bupati Jember Kebut Pekerjaan Fisik, Target Juni 2022 Mendatang Tuntas

Ustaz Hutri memberikan contoh, ketika dunia barat melakukan tindakan kekerasan nyata dengan korban yang jelas ada. Menurutnya, tidak ada tindakan yang menegaskan adanya kekejaman.

“Tapi kalau yang melakukan muslim, wah gempar. Atau sebaliknya, seorang muslim ini tenang, adem ayem dan damai, terus datanglah penjajah. Negeri yang damai kemudian diacak-acak kan marah kita. Kayak dulu pahlawan kita kan marah ketika belanda masuk, seperti Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, kan marah mereka,” ulasnya.

“Tapi ketika kemarahan itu menjadi bangkit dan posisi dari muslim, itu dianggap sebagai teroris atau organisasi kekerasan. Padahal itu kan kita sedang melawan memberikan counter opinion,” sambungnya.

Terkait aksi yang saat ini masif secara global yakni All Eyes on Rafah. Ustaz Hutri menambahkan, aksi itu menunjukkan lokasi sasaran wilayah yang diserang adalah tempat para pengungsi rakyat Palestina.

“Ini bayangkan, itu Rafah bukan area perang, itu area pengungsian. Jadi area perangnya katakanlah Gaza, lah terus sipil-sipil itu disuruh ngungsi ke Rafah dan akhirnya ngungsi. Loh ya kok masih ditembak, masih dibom, masih diserang. Masa yang seperti itu pantas disebut manusia, bukan manusia itu dan kalau iblis terlalu parah lah ya, yang paling dekat ya itu (monyet), opini kami adalah hak konstitusi sebagai warga negara. Lewat protes, inilah keadilan,” ujarnya.

Baca Juga:  Asik Nongkrong, 24 Motor Knalpot Brong Diangkut Polisi Naik Mobil Patroli

Lebih lanjut kata Ustaz Hutri, sehingga dengan persoalan itu. Pihaknya menggandeng Gen Z untuk mau berpikir kritis. Tanpa melakukan hal-hal yang dianggap negatif.

“Makanya tadi kita ajarkan, marah ya marah tapi juga harus cerdas. Kalau disana ngebom ya karena memang wilayahnya. Ya jangan bomnya dibawa ke sini. Di sini ya kita jihad prestasi. Contoh, yang sekarang pengen jadi profesor, ya ditekuni jihad (dengan prestasi belajar) jadi profesor. Ketika menjadi orang besar nanti, ingat kembali ke akarmu,” ujarnya.

“Karena kalau nggak gini, kanal-kanal ini bisa macem-macem, ada kan oprec (open recruitmen) berangkat ke Palestina. Kalau nggak di edukasi, berangkat kesana nggak bisa pegang senjata nggak bisa ngapa-ngapain. Malah jadi beban. Bukan malah membantu orang-orang Palestina, bukan mati sahid, jadinya mati sangit. Kita ingin anak kita teredukasi soal itu. Saya termasuk yang menolak, bukan berarti saya tidak jihad ya, saya pro Jihad tapi yang cerdas,” imbuhnya memaparkan.

Sementara itu, menurut Dzuriat Habib Soleh Tanggul Habib Muhammad Al Hamid Bin Haydar Al Hamid. Lewat diskusi dan pembahasan di Majelis Gaul.

Baca Juga:  Satpol PP Bondowoso Tertibkan Banner Partai di Sepanjang Jalan A. Yani

Ia menegaskan jika persoalan di Palestina tidak hanya soal perang ataupun bela umat Islam.

“Kita jangan lihat soal agama saja, lupakan itu semua. Kita lihat dari sisi kemanusiaan. Bayangkan kalau yang terjadi di negara lain yang bukan bermayoritaskan agama Islam. Apa kita nggak berhak untuk bersuara, ya berhak dong. Karena memang ini bukan menyangkut soal agama lagi, tapi soal rasa kemanusiaan,” ujar Habib Muhammad Al Hamid.

Terkait adanya persoalan pro dan kontra menyorot soal apa yang terjadi di Palestina. Menurutnya, hal itu sudah baik dan bagus.

“Tapi yang kontra. Kalian perlu merenung lagi. Perlu berpikir secara jernih, kalau kalian berpikir secara jernih, pasti kalian tidak akan kontra dan pro dengan hal semacam ini. Yang muslim kalau masih kontra, ambil wudhu, sujud dan renungkan pantes nggak kalian kontra dengan hal seperti ini,” bebernya.

“Yang non muslim juga sama, renungkan, jangan melihat dari sisi agama saja, lihat dari sisi kemanusiaan. Ini sudah bukan manusiawi lagi, tapi sudah keluar dari ranah yang seharusnya. Ini bukan tindakan manusia, tapi tindakan binatang. Katanya di sini (Rafah) aman, digiring ke tempat sini aman, tapi nyatanya dibombardir. Ini sudah nggak masuk akal, nggak rasional,” tandasnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment