Relokasi PKL, IKA PMII Jember Tolak Renovasi Alun-Alun

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri
FOTO: Ketua IKA-PMII Jember Hadinudin, menyampaikan kritik renovasi alun-alun Kota Jember yang dinilai tidak menguntungkan bagi para PKL.

FOTO: Ketua IKA-PMII Jember Hadinudin, menyampaikan kritik renovasi alun-alun Kota Jember yang dinilai tidak menguntungkan bagi para PKL.

JEMBER, (WARTA ZONE) – Progres renovasi pusat kota alun-alun Kota Jember yang dilakukan oleh Pemkab Jember dimulai hari ini, Senin (3/5/2024). Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang biasa berjualan di alun-alun Kota Jember saat ini direlokasi di wilayah barat dekat Masjid Jami’ Al Baitul Amien lama.

Namun demikian, dari adanya proses renovasi yang dilakukan Pemkab Jember dengan menyiapkan anggaran kurang lebih Rp 26 Miliar itu. Mendapat penolakan dan kritik dari Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII) Jember.

Menurut Ketua IKA-PMII Jember Hadinudin, progres renovasi alun-alun Kota Jember tidak tepat dilakukan. Karena dinilai tidak memberikan kemanfaatan ekonomi yang baik bagi masyarakat, khususnya PKL.

Terkait apa yang harus dilakukan, kata Hadinudin, lebih tepat melakukan penataan atau relokasi PKL sesuai dengan cita-cita dari kepala daerah sebelumnya.

Diketahui saat itu, penataan wilayah-wilayah di Jember sudah memiliki konsep.

“Banyak warga (PKL) yang menggantungkan hidupnya di situ. Artinya rasa kemanusiaan mau ditindih untuk kepentingan keindahan estetika. Ini menurut saya sudah di luar batas. Sehingga kami dari IKA-PMII Jember akan mengambil tindakan dengan cara-cara (tertentu). Kalau mau dialog monggo, kalau tidak mau ya kita pakai aksi,” kata Hadinudin saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.

“Bukan hanya ratusan, tapi ribuan yang menggantungkan hidupnya di sana. Sistem relokasinya dengan memindah tempat, mereka (PKL) masih bisa berjualan. Itu menurut saya (juga) tidak memenuhi syarat,” sambungnya.

Alun-alun itu nantinya kalau selesai direnovasi. Menurut Pria yang juga Anggota DPRD Provinsi Jatim ini, PKL tidak akan bisa berjualan di alun-alun Kota Jember.

“Lokasi yang paling dekat untuk bisa berjualan itu coba dimana? Yang memenuhi syarat? Misalkan kita mau berkaca kepada Yogyakarta, Malioboro. Orang masih bisa ke sana, jalan atau hangout. Tapi ketika mereka mau mencari souvenir atau makan, ada tempat (untuk PKL) yang berdampingan dengan Malioboro dan lokasinya luas. Lah kalau di Jember (alun-alun), mau seperti apa? Tidak ada kan,” ujarnya.

Lebih tepat menurut Hadinudin, dilakukan relokasi yang terintegrasi dan mengakomodir kebutuhan PKL itu.

“Misal di Jalan Kartini juga tidak mungkin, kenyamanan orangnya di mana? Maka menurut saya, hentikan itu proses relokasi. Dipikir dulu. Apalagi hal ini bukan hal yang mendesak untuk Jember,” tegasnya.

“Kalau ini jadi legacy untuk keindahan tata kota, tidak se ekstrem itulah. Urusan perut itu lebih penting, apalagi misalnya ada (PKL) yang sampai punya pinjaman untuk usahanya. Harusnya yang tepat, tinggal menata saja yang baik PKL itu. Sehingga memberikan efek positif dan pendapatan. Baik bagi PKL ataupun pemerintah,” imbuhnya.

Terkait kemanfaatan, kata Hadinudin, juga ikut dirasakan pemerintah untuk pendapatan daerah.

“Dari parkiran itu (sekitar alun-alun Kota Jember), kalau dihitung berapa setiap hari? Apalagi Sabtu dan Minggu. Ada gak laporannya? Efek ekonomi ada dan signifikan. Di alun-alun itu kan ada tenda-tenda dari Bank Jatim (sisi utara). Nah itu kenapa tidak dimanfaatkan? Kan itu untuk tempat PKL. Masalahnya apa? Pemerintah kan punya kewenangan untuk mengelola. Persoalannya apa kok tidak dilakukan?” Bebernya.

Progres renovasi alun-alun Kota Jember, Hadinudin menambahkan, harusnya memenuhi kebutuhan masyarakat secara tepat.

“Masyarakat kita ini kan hanya mencari tempat untuk hiburan yang murah meriah dan mudah diakses. Tanpa perlu mengeluarkan biaya besar. Apalagi alun-alun itu konsepnya dulu, bukan untuk taman kota atau estetika tampilan. Dulu itu dibangun untuk jadi aktifitas ekonomi dan kegiatan masyarakat secara umum,” bebernya.

“Nah hari ini dirubah. Banyak kepala daerah yang tidak tahu atau keterputusan sejarah. Pernah gak ada kepala daerah yang mencoba menggali informasi alasan adanya pembangunan di Jember. Alasan kenapa pusat pendidikan kampus Unej di sana, pendirian IAIN menggandeng kalangan ulama dan intelektual. Nah ini kan kemudian menjadi support pertumbuhan ekonomi di Jember. Tapi nilai spirit dan edukasinya itu yang tidak diambil,” imbuhnya.

Perlu diketahui dari data yang tercatat Satuan Polisi Pamong Praja Jember, kurang lebih ada 250 PKL yang berdagang di alun-alun.

Disampaikan juga oleh Bupati Jember Hendy Siswanto, Pemkab Jember menyediakan anggaran Rp 26 Miliar dari APBD untuk proses renovasi alun-alun.

Nantinya akan dilakukan pemasangan Megatron (layar videotron raksasa) yang dipasang di sekitar alun-alun Kota Jember.

“Nantinya untuk jadi sarana promosi daerah dan sarana informasi serta transparansi. Kami akan memaksimalkan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) yang terkoneksi dengan videotron di alun-alun,” kata Bupati Hendy saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.

Terkait PKL di alun-alun Kota Jember juga akan dilakukan penataan.

“Kami akan tata, tak seperti sekarang yang stay (menetap). Mereka harus mobile. Kemarin pada 2023, kami sudah bagikan gerobak yang cukup bagus. Harapannya nanti mereka mobile berkeliling alun-alun. Nanti kami atur,” tandasnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment