PAMEKASAN, (WARTA ZONE) – Potensi hasil laut yang melimpah membuat masyarakat Desa Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Madura, aktif memproduksi dan memasarkan ikan laut basah (mentah) atau kering hingga makanan dan masakan olahannya.
Kondisi ini juga dilakukan oleh salah satu Usaha Kecil Menengah (UKM) setempat, Madura Punya Selera (UKM Mapuse).
Naufan Noordyanto, selaku ketua program Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) dan dosen di Departemen Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, melihat bahwa produk masakan dan makanan olahan kulit ikan merk Nurika produksi UKM Mapuse berpotensi menjadi produk yang dikenal luas oleh publik.
Namun sayang, produk hanya dikemas dengan plastik transparan atau dengan label sederhana, mirip dengan kompetitor lain, sehingga menyebabkan kebingungan identifikasi di pasar.
“Dampaknya, merek camilan kulit ikan Nurika mudah dilupakan, daerah produksi tidak menonjol, dan tidak berdaya saing, yang pada gilirannya tidak menguntungkan secara ekonomi,” katanya, Minggu (2/10/2022).
Tim abmas DKV ITS berpendapat bahwa kemasan produk Nurika cenderung tidak merefleksikan: Pertama, kualitas produk, yaitu tidak meningkatkan nilai jual produk, tapi justru menciptakan kesan produk murahan dan memiliki kualitas rendah.
Kedua, soal harga. Desain kemasan produk tampak tidak sebanding dengan harga produk yang relatif mahal.
Ketiga, personality yaitu desain kemasan tidak mengomunikasikan karakter produk dan identitas mereknya yang merupakan produk UKM tradisional unggulan dari desa pesisir serta kurang mengkomunikasikan rasa dan kualitas dari produknya.
Selain itu, kemasan tidak memiliki unsur persuasif sehingga cenderung tidak menumbuhkan hasrat untuk membeli dan menggugah selera.
“Kendati demikian, meski dikemas sederhana, produk olahan kulit ikan ini laris/tinggi peminatnya dan dipasarkan hingga ke luar Madura (dari jejaring kenalan), meski produksinya musiman,” jelasnya.
Menurut Naufan, produk camilan olahan kulit ikan Nurika berpotensi menjadi produk khas Desa Branta Pesisir, atau kabupaten Pamekasan, Madura.
Bahan baku langsung didapat dari laut tempat tinggalnya langsung, tidak memasok dari luar daerah. “Sehingga bisa kita rancang dan komunikasikan posisinya ini melalui kemasan,” imbuhnya.
Sebelumnya, tim Abmas yang terdiri dari dosen-dosen DKV ITS, seperti Naufan Noordyanto, Sayatman, Rabendra Yudhistira Alamin, Putri Dwitasari, Nugrahardi Ramadhani, telah melakukan observasi dan wawancara intens dengan pemilik UKM mitra dan mengakomodasi kebutuhan dan permasalahan desainnya dengan mengidentifikasi produk dan pasar, termasuk mengamati kompetitornya.
Baru setelahnya tim Abmas menentukan faktor pembeda dan keunggulan produk atau Unique Selling Preposition (USP), yaitu camilan oleh-oleh khas Pamekasan, Madura, dibuat dengan kulit ikan pilihan dan bumbu alami yang gurih dan krispi, praktis dapat langsung dikonsumsi atau sebagai lauk dengan nasi dan sambal.
Varian desain kemasan kantong yang diidentifikasi dengan varian warnanya dikembangkan dari rasa/bumbu produk yang ditawarkan.
Identitas kultural Madura sebagai asal produksi produk dan narasi pesisir ditampilkan guna mengidentifikasi USP produk sebagai camilan asal Pamekasan, Madura, yang praktis dan bisa dibawa kemana pun.
Tim Abmas DKV ITS juga mendesain label untuk memberi identitas pengirim dan penerima guna mengakomodasi layanan pengiriman paket produk.
Dari USP inilah tampilan grafis atau artistik dikembangkan melalui sketsa dan coloring, seperti tipografi merek Nurika, dan ilustrasi utama kemasannya, setelah sebelumnya telah ditentukan pemilihan rencana material kemasan, ukuran dan informasi kemasan.
“Pengembangan desain kemasan adalah bentuk kontribusi sosial kerja mendesain dan hilirisasi produk desain ITS pada masyarakat. Kami berharap produk Abmas ini dapat meningkatkan nilai jual dan penghasilan UKM mitra,” imbuh Naufan.
Produk populer di desa Branta Pesisir adalah camilan kulit ikan. Namun menurut pengakuan pemilik UKM Mapuse, produk ini kurang mempenetrasi pasar baru, salah satunya, karena belum memiliki kemasan yang representatif dan berdaya jual.
Nur Holis, selaku pemilik usaha, mengungkapkan bahwa produk camilan kulit ikannya kurang mendapat pasar baru, pasarnya di circle yang tetap, cenderung pelanggan lama.
“Pelanggan baru seolah kurang yakin dengan produk ini karena tampilan kemasan produk, karena dirinya cenderung mengemasnya dengan label sederhana,” ujarnya.
Sementara itu, pemilik UKM Mapuse Holis ketika ditemui merasa bersyukur karena Tim Abmas DKV ITS membantu pemecahan masalah desain dan usahanya.
Dia mengaku, Pengabdian melalui pengembangan kemasan ini membantu dalam menyelesaikan masalah, sebagai UKM untuk naik kelas.
“Karena dengan desain kemasan produk yg bagus dan sesuai regulasi, UMKM bisa bersaing di pasar yg lebih modern. Sehingga diharapkan terjadi peningkatan omset yg signifikan kedepannya,” harapnya. (*)
Comment