SUMENEP, (WARTA ZONE) – Menjadi bagian dari Pemerintah Desa (Pemdes) ternyata tidak semudah berhitung satu sampai tiga. Justru ada tantangan tersendiri, diantaranya pola kerja yang berbeda dengan instansi lainnya. Menjadi abdi negara di tingkat desa harus merelakan waktu lebih untuk didedikasikan pada pelayanan di luar jam operasional.
Sekretaris Desa (Sekdes) Lobuk, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Akh. Rifqi Gufron Firdaus menceritakan, jika karyawan atau pekerja kantoran memiliki waktu kerja dari pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB, maka aparatur desa harus menyiapkan waktu ektra di luar jam kerja.
Ia mencontohkan, jika ada peristiwa emergensi yang membutuhkan kehadirannya di malam hari, maka sebagai pelayan di tingkat desa, dirinya dituntut sigap untuk hadir memberi solusi.
Saat tengah beristirahat bersama keluarga di atas pukul 21.00 WIB misalnya, acap kali pintu rumahnya masih diketok warga walau sebatas minta tanda tangan dan stempel desa.
Itu sekadar bagian kecil dari kisah yang dibagikan Rifqi salama menjabat Sekdes di Desa setempat. Apalagi Lobuk sebagai desa yang menghadirkan pelayanan online secara cepat, bekerja 24 jam nyaris menjadi tuntutan dan keharusan.
Tidak cukup itu. Beberapa kali tiba-tiba ada instruksi dari kecamatan maupun kabupaten, ada pekerjaan yang harus segera dituntaskan secepat mungkin. Belum lagi, jam kerja tinggi tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang diberikan pemerintah.
Gaji perangkat, hingga tahun 2022 terbayar dalam triwulan, sehingga sebagai abdi negara di tingkat desa harus memutar otak untuk mencari tambahan pemasukan atau bahkan sekadar mencari dana talangan untuk memenuhi kebutuhan.
“Bayangkan saja, dengan beban pekerjaan yang seberat itu, gaji kami dibayar tiga bulan sekali. Ya jangan ditanya bagaimana stresnya. Tapi Alhamdulillah sejak tahun 2023 lalu, gaji kami sudah dibayar setiap bulan,” kata Rifqi, kepada wartazone.com, ditemui di balai desa.
Kendati uang bukan ukuran kebahagiaan atau bahkan kenyamanan di lingkungan kerja, tapi gaji yang dibayar rutin setiap bulan, kata Rifqi, setidaknya bisa mengurangi beban pikiran, termasuk menjadi penunjang fokus memaksimalkan pelayanan.
Sementara itu, Kepala Desa Lobuk, Moh. Saleh, pria yang sudah dua periode menjabat sebagai orang nomor satu di desanya itu juga berbagi kisah, mulai dari cerita senang hingga kejadian yang menguras emosional.
Sebagai kepala desa, dirinya kerap mendapatkan perlakuan spesial dalam setiap momen hajatan warga, merasa dihargai hingga duduk di deretan tamu kehormatan.
Itu sepenggal cerita menyenangkan yang ia sampaikan kepada media ini, cerita menguras emosi, lain lagi. Segala sesuatu yang dikerjakan terkadang dinilai sebagai bagian dari mencitrakan diri agar dipilih kembali.
“Tapi itu bagian dari resiko menjadi kepala desa, tindak tanduk kami selalu dinilai politis, kadang tidak ada benarnya. Namun harus tetap kami jalani secara tulus dan ikhlas untuk melayani, karena kepala desa adalah pelayan,” kata dia.
Sebagai pemimpin di desa dengan penduduk hampir 5.000 jiwa, menjaga kesehatan mental bukan sekadar kebutuhan, melainkan menjadi keharusan.
“Menjadi pemimpin di desa, kalau tidak pintar menjaga kesehatan mental, bisa fatal,” sebutnya.
Secara terpisah, Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur Jawa Timur, drg. Vitria Dewi, M.Si menyampaikan, sehat jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, ditandai dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara proaktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, kata drg. Vitria, orang yang kesehatan mentalnya terganggu, akan mengalami gangguan konsentrasi, suasana hati dan emosi yang tidak terkendali. Bila hal itu terjadi di tempat kerja akan mempengaruhi kinerja dan menurunkan produktivitas.
“Pekerja usia 18-24 tahun rentan mengalami stres, penyebabnya bervariasi, mulai dari persoalan gaji atau keuangan hingga tekanan dari atasan,” ulasnya.
Stres di tempat kerja, lanjut drg Vitria, tidak hanya mengganggu kejiwaan, tapi berdampak pada kesehatan fisik secara menyeluruh. Mulai dari potensi kebotakan, sakit kepala, asma, insomnia, hingga menurunnya produksi sperma.
Hasil survei mandiri pada Agustus 2024 terkait kesehatan mental di tempat kerja, tercatat 23 persen pegawai di suatu instansi terindikasi memerlukan layanan kesehatan jiwa, dan satu dari empat pekerja berjuang secara diam-diam dengan kesehatan mental mereka.
Untuk itu, tanggal 10 Oktober diperingati hari kesehatan jiwa sedunia, tahun 2024, RS Jiwa Menur Jawa Timur memperingatinya dengan mengkampanyekan pentingnya menjaga kesehatan mental, mengangkat tema saatnya memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja.
Menjaga kesehatan mental adalah proses yang berkelanjutan, menerapkan strategi yang tepat dan mencari bantuan saat dibutuhkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan membangun ketahanan. Namun, jika gejala stres sudah tidak dapat diatasi sendiri, maka pergi ke profesional menjadi solusi.
“Ayo kita wujudkan tempat kerja sehat, karyawan produktif, kinerja meningkat, bersama Rumah Sakit Menur,” tandasnya.
Sekadar diketahui, berita ini merupakan tulisan yang dipublikasikan untuk mengikuti Lomba Karya Jurnalistik memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada Rumah Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur tahun 2024, dengan tema “It is time to prioritize mental health in the workplace” (saatnya untuk memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja). ***
Comment