SUMENEP, (WARTA ZONE) – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur gelar focus group discussion (FGD) membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reforma Agraria.
FGD Raperda Reforma Agraria kedua ini digelar di Hotel Grand Inna, Tunjungan Surabaya. Minggu, 15 Agustus 2022.
FGD yang melibatkan Universitas Brawijaya (UB) Malang sebagai tim penyusun, berlangsung selama satu hari, dimulai sekitar pukul 09.00 sampai 16.30 WIB.
Diskusi dalam forum FGD ini sangat dinamis. Masing-masing anggota dewan yang hadir dalam forum tersebut memberikan sudut pandang yang berbeda. Mulai dari konflik agraria, tanah hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB) hingga masalah penguasaan lahan yang diduga dikuasi asing juga muncul dalam diskusi.
“Beragam sudut pandang yang muncul dalam FGD merupakan bagian dari ikhtiar untuk menyempurnakan item yang ada dalam draf. Komisi I DPRD Sumenep tak ingin pembahasan Raperda Reforma Agraria asal-asalan,” kata Kepala Bagian (Kabag) Persidangan dan Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Sumenep Hasan Bashri.
Hasan menyampaikan, FGD ini untuk menampung gagasan dari berbagai sudut pandang seputar agraria untuk melengkapi draft raperda yang ada.
FGD yang dilakukan pada 1 Juli dan 14 Agustus 2022, bagian dari upaya Komisi I DPRD Sumenep untuk mematangkan draft yang ada.
“Jadi yang dibahas di FGD itu masih draft mentah. Dewan masih akan mematangkan lagi draft yang ada dengan FGD lanjutan,” terangnya.
Setelah draft itu dinilai sudah matang, maka akan dilakukan pembahasan dan uji publik dengan melibatkan semua stakeholder yang ada.
“Yang akan kami libatkan mulai dari NU, Muhammadiyah, akademisi, tokoh masyarakat, LSM, dan elemen lainnya,” imbuhnya.
Dengan uji publik, diharapkan ada masukan atau gagasan yang bisa melengkapi kekurangan Raperda Reforma Agraria yang ada.
“Raperda ini nantinya menjadi perda atau regulasi yang sesuai dengan tujuan awal dan tidak melahirkan masalah baru tentang agraria di Sumenep,” kata Hasan.
Asas Raperda Reforma Agraria adalah keadilan, yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dak kepemilikan tanah, dan mempersempit sengketa dan konflik agraria.
Selain itu, raperda ini juga untuk
menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria.
“Termasuk juga untuk menciptakan lapangan kerja serta memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi,” ungkapnya.
Lebih jauh Hasan menjelaskan, objek dari Raperda Reforma Agraria cukup banyak. Di antaranya HGU, HGB, tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, tanah hasil penyelesaian sengketa dan tanah negara yang dikuasai masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA akan diredistribusi kepada masyarakat yang berhak untuk dikelola pertanian atau non pertanian.
Dengan kata lain, lanjut Hasan, distribusi tanah yang ditetapkan menjadi objek Raperda Reforma Agraria dimanfaatkan berdasarkan kemampuan, kesesuaian tanah dan tata ruang.
“Masyarakat yang berhak menerima redistribusi tanah adalah perseorangan dan
kelompok masyarakat yang berbadan hukum, seperti koperasi,” ungkapnya.
Sedangkan untuk perseorangan, di antaranya, petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 hektare atau lebih kecil, petani yang menyewa tanah yang luasannya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk diusahakan di bidang pertanian sebagai sumber kehidupannya. Selain itu juga petani penggarap tanah milik orang, buruh tani, dan nelayan kecil.
“Kami tegaskan semua itu baru berupa draft. Sehingga item yang ada dalam draft seperti objek tanah dan penerima redistribusi tanah masih dalam kajian yang lebih mendalam,” tandasnya. (*)
Comment