SUMENEP, (WARTA ZONE) – Keberadaan Buju’ Lanjang di Dusun Raas, Desa Panagan, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep mulai terungkap di masyarakat—khususnya wilayah Timur Daya Kota Keris.
Buju’ tersebut berada di kawasan pemakaman umum Dusun Raas, Desa Panagan, tepatnya di belakang SMA Negeri I Gapura.
Uniknya, makam di Buju’ Lanjang tidak seperti pada umumnya yang berukuran antara 1,5 meter atau lebih. Makam tersebut memiliki panjang sekitar 5 meter, berada di ujung timur kompleks pemakaman, tepat di bawah rindang pohon kapuk lakek’, bersisian dengan pohon mimba dan pohon kosambi.
Asal Mula Penyematan Nama Buju’ Lanjang
Meski keberadaannya cukup dikenal di kalangan masyarakat, namun tidak semua penduduk sekitar menyebut makam panjang sebagai Buju’ Lanjang (panjang, red). Mereka lebih mengenal makam keramat itu sebagai Buju’ Lanceng (perjaka, red).
Rusmini (50), juru kunci yang merawat buju’ itu menyebutnya sebagai Buju’ Lanceng dengan alasan almarhum yang berada di makam tersebut tidak pernah menikah. Memilih melajang sampai akhir hayatnya.
Berbeda dengan orang-orang yang menyematkan nama Buju’ Lanjang karena didasarkan pada ukuran makam itu yang memiliki panjang kurang lebih 5 meter.
“Sebagian orang menyebutnya Buju’ Lanjang karena makam itu panjang, tidak seperti makam yang lain. Kalau Buju’ Lanceng karena beliau tidak menikah. Tetap Lajang,” kata Rusmini, saat ditemui wartazone.com di kediamannya, Ahad, 30 Januari 2022.
Tidak ada yang tahu pasti siapa nama asli orang yang dikuburkan di Buju’ Lanjang. Begitupun dengan Rusmini dan leluhurnya yang dipercaya merawat makam tersebut.
Namun, diyakini bahwa Buju’ Lanjang merupakan salah satu putra dari seorang raja yang meninggal sewaktu menjalankan tugas di daerah Panagan, Kecamatan Gapura.
Menurut Rusmini buju’ itu juga memiliki saudara yang berada di Dusun Pajagungan, Desa Banjar Timur (ke Utara Desa Panagan) dengan penyebutan nama buju’ yang serupa, yakni sama-sama bernama Buju’ Lanjang.
“Ada saudaranya ke Utara dari sini, di Dusun Pajagungan, Banjar Timur. Kalau namanya, dari buyutnya buyut saya memang tidak ada yang tahu,” jelas Rusmini.
Rokat Buju’ dan Pantangannya
Untuk menjaga kekeramatannya, Buju’ Lanjang selalu dirokat atau selamatan sebanyak 2 kali dalam setahun, yaitu pada bulan Maulid (Rabi’ul Awal) dan bulan Sya’ban dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Selama rokat buju’ berlangsung, ada peraturan tersendiri yang harus dipatuhi. Salah satunya tidak boleh mengambil sesajen yang berada di dalam ancak (tempat sesajen segiempat, biasanya terbuat dari pelepah pisang) selama pelaksanaan rokat tidak ditutup dengan doa.
Ada lima ancak sesajen yang disiapkan ketika rokat buju’. Empat ancak masing-masing diletakkan di sekitar buju’, sedangkan satu ancak ditaruh di sumur tua kampung Raas di lingkungan rumah Rusmini.
Diceritakan, pada suatu pelaksanaan rokat berlangsung ada seorang anak mengambil mentimun dalam sesajen. Tak lama kemudian, tiba-tiba anak tersebut sakit dengan kondisi lengan tak bisa digerakkan.
“Tidak boleh dimakan sebelum selesai membaca doa. Kalau sudah selesai boleh diambil, tapi harus disisakan,” kata Mazani, suami Rusmini yang juga ikut merawat keberadaan Buju’ Lanjang.
Di akhir rokat, sesajen tersebut dilarungkan ke sungai di Dusun Panele, Desa Gapura Tengah. Di atas sampan kerucuk ada berbagai macam biji-bijian, ketan, serta nasi cempa merah dan beberapa keperluan sesajen lainnya.
“Dihanyutkan ke sungai di Penele,” tegasnya.
Mitos Harta Karun
Cukup banyak orang mengenal tentang kekeramatan Buju’ Lanjang, meski tak semasyhur Asta Gurang-Garing di Lombang atau Asta Jokotole di Manding.
Terbukti, untuk memperoleh keinginannya, tak sedikit orang-orang melakukan tirakat di dalam buju’ sebagai tawasulan.
Selama membersihkan Buju’ Lanjang, Rusmini sering menemukan berbagai macam jenis puntung rokok dan bekas botol minuman, termasuk alas yang diyakini milik orang-orang yang berlaku tirakat di buju’ tersebut.
“Banyak orang melakukan tirakat. Semisal mau bercalon kepala desa atau mau jadi pegawai, selalu melakukan tirakat di Buju’ Lanceng. Biasanya saya sering menemukan puntung rokok ketika membersihkan makam, botol air mineral dan kardus bekas alas milik orang-orang yang melakukan tirakat,” tuturnya.
Berkat kekeramatannya, banyak orang mengincar minyak Jujung dan keris yang hanya dapat diperoleh dengan melakukan tirakat. Selain itu, di Buju’ Lanjang juga diyakini ada harta karun emas di dalam sebuah kendi.
“Yang diinginkan orang, di sana minyak jujungnya, keris kecil, dan harta karun yang sering muncul di bagian ulu makam,” kata Mazani, suami Rusmini. (*)
Comment