SUMENEP, (WARTA ZONE) – Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, yang terbagi menjadi daratan dan kepulauan menyimpan keindahan tersendiri di dalamnya. Salah satunya adalah pesona Pulau Sapudi.
Pulau Sapudi merupakan sebuah pulau di antara gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Madura. Secara administratif, Pulau Sapudi termasuk wilayah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Dari sekian banyaknya gugusan pulau di Kabupaten Sumenep, Sapudi merupakan pulau terluas kedua setelah Pulau Kangean.
Pulau itu dibagi menjadi dua sisi. Di bagian utara Pulau Sapudi dimasukkan ke ruang administratif Kecamatan Nonggunong. Sedangkan untuk wilayah selatan masuk ke Kecamatan Gayam.
Penghasil Sapi Karapan
Meski Pulau Sapudi berada di sektor kepulauan, nyatanya pulau itu menyimpan banyak potensi. Selain dari sektor pertanian, Pulau Sapudi juga sangat melimpah di bidang peternakan, utamanya ternak sapi Madura.
Di pulau yang berpenduduk kurang lebih 13.683 jiwa itu salah satu sektor pendapatan penduduknya berada di bidang peternakan.
Selain aktif beternak, sebagian penduduk juga ulet memilah bibit-bibit sapi menjadi sapi karapan pilihan.
Seperti dikatakan Camat Nonggunong Sukaryo, saat ini masyarakat setempat masih mempertahankan cara tradisional dalam perawatan hewan ternaknya.
“Potensi lainnya dari pertanian dan peternakan Sapudi ini luar biasa. Seperti sapi-sapi kerap yang berkualitas itu datangnya dari Sapudi. Bahkan populasinya melebihi dari jumlah penduduk. Penduduknya sekitar 13.683 jiwa,” tegas Camat Nonggunong, Senin, 21 Maret 2022 malam.
Sukaryo menambahkan, di Pulau Sapudi setidaknya terhitung kurang lebih sebanyak 5.094 peternak. Rata-rata setiap peternak memelihara 3 sampai 4 ekor sapi.
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 lalu, populasi sapi di Pulau Sapudi mencapai 13.810. Berdasarkan data itu, populasi sapi di Pulau Sapudi lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduknya.
Selain melestarikan nilai tradisional dalam berternak, sampai saat ini masyarakat setempat juga memegang erat nilai budaya. Salah satunya melakukan syukuran setelah mengawinkan sapi jantan dan betina.
Alasan lain keberhasilan dari sapi kerap Sapudi, kata Karyo lahir dari sistem pemeliharaannya yang tetap menggunakan bahan-bahan alami. Sehingga, sapi kerap Sapudi berbeda dengan sapi dari daerah lain.
“Pertama di sini tetap secara tradisional. Termasuk peristiwa-peristiwa budaya, ketika dia mengawinkan sapi jantan dan betina, di sini diadakan syukuran. Cara memeliharanya, di sini masih alami,” sebutnya.
Pantang Menjual Sapi di Musim Kemarau
Melimpahnya ternak sapi di Pulau Sapudi banyak dimanfaatkan masyarakat setempat untuk dijadikan sapi bibit unggul pilihan karapan.
Alhasil, banyak masyarakat luar daerah pecinta karapan sapi dari Bangkalan, Sampang, hingga Pamekasan mengambil bibit unggul sapi dari Pulau Sapudi.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, setiap tahunya di waktu-waktu tertentu rutin dilakukan lomba karapan sapi. Sehingga sapi pilihan yang masuk kategori sapi karapan dengan sendirinya mempunyai nilai tawar tinggi dan fantastis.
Tak hanya di sisi ekonomi dan budaya. Dari sisi ketahanan pangan, Sapudi juga sangat berkontribusi terkait pengadaan daging sapi.
“Postur sapi itu memiliki khas tersendiri ketika terpilih menjadi sapi kerap, dan harganya mahal. Kalau anakan Rp 15-20 juta, sementara khusus sapi kerap bisa mencapai ratusan juta,” ucap Karyo sambil tersenyum.
Saat itu, Camat Nonggunong juga membeberkan ciri khas peternak Sapudi dengan peternak daratan dalam memelihara sapi. Kata dia, masyarakat Sapudi seakan ada pantangan untuk menjual sapi di waktu musim kemarau.
Justru di musim rumput kering kesungguhan peternak Sapudi terlihat bagaimana mereka mencintai hewan piaraannya. Bahkan untuk pakan ternak, mereka rela merogoh kocek dari kantong pribadi untuk mempertahankan sapi-sapinya.
“Di daratan kalau musim kemarau kan sulit pakan, dan sapinya dijual, nanti kalau ada musim hujan dan rumput beli lagi. Di sini tidak, itu lebih banyak berkorban. Di sini ada istilah sapi makan anaknya, kan untuk pembelian pakan didapat dari hasil menjual anak-anaknya. Rumput pakan belinya ya ke Jawa,” beber Karyo.
Kebanggaan Mencetak Sapi Karapan
Di pertemuan singkat itu, Karyo banyak bercerita tentang Pulau Sapudi. Termasuk kegigihan penduduknya ketika berhasil mencetak sapi unggul kategori karapan.
Seakan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Sapudi atas keberhasilannya menjadi peternak sapi karapan. Bahkan ketika musim karapan tak hanya kaum adam yang berangkat ke arena, anak cucunya pun juga diboyong menggunakan mobil bak terbuka.
“Bahkan setiap tren itu tidak hanya sapinya yang naik mobil pikap. Sama anaknya, cucunya, istirnya juga ikut. Itu merupakan kebanggaan tersendiri ketika dia memelihara sapi kemudian melahirkan sapi berkualitas,” terang Camat Nonggunong.
Selain di kontes menjadi sapi karapan, sapi-sapi Pulau Sapudi juga disalurkan seperti halnya ke dataran Sumenep dan Situbondo.
Tidak hanya pada musim qurban, setiap minggunya sapi yang siap jual diangkat menggunakan kapal.
“Kalau ke Sumenep disesuaikan dengan pasaran. Yang dituju itu biasanya pelabuhan Dungkek sama Pelabuhan Kalbut Situbondo,” tambah Karyo.
Selain merawat sapi dengan cara tradisional, masyarakat setempat juga meyakini bahwa di Pulau Sapudi tepatnya di Gua Minomi, Kecamatan Gayam dipercaya ada raja sapi.
“Katanya raja sapi di sini. Lokasinya di Kecamatan Gayam. Di sana juga menjadi salah satu destinasi wisata religi,” kata Karyo, mengakhiri. (*)
Comment