JEMBER, (WARTA ZONE) — Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang berlokasi di Jalan Karimata Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur, terpantau berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hal itu disebabkan karena sampah menggunung belum terangkut dalam dua hari terakhir.
Lokasi TPS yang terbuka, sampah berbagai jenis menumpuk dan hampir menutupi separuh jalan. Hal itu membuat tidak nyamannya para pengendara umum maupun pejalan kaki yang melintasi area jalan Karimata.
“Biasanya kami sudah mengangkut sampah sejak pagi jam 06.00 WIB. Kalau seperti ini menyusahkan para pekerja (orang-orang kecil). Sampah-sampah ini sudah mulai dari kemarin. Sampai hari ini tidak ada truk yang mengakut,” ucap Har Syarif Santoso, salah satu petugas sampah saat diwawancarai di TPS. Selasa, (5/1/2021).
Diakui Syarif, tumpukan sampah tidak hanya berasal dari satu lokasi saja, melainkan dari sejumlah lokasi di lingkungan Kelurahan Lengkong, Wirolegi, Gumuk Kerang, termasuk kiriman dari daerah lain.
“Katanya uang BBM (solarnya) tidak cair. Kalau ada truknya kita angkut ke TPA, kalau tidak ada tetap menumpuk seperti ini,” sambungnya.
Saat ini, puluhan petugas gerobak pengangkut sampah menunggu datangnya truk pengangkut sampah yang melakukan proten mogok kerja ke pemerintah setempat karena dana operasional BBM yang diduga tidak dicairkan.
“Mengingat bulan Januari masih memasuki musim hujan, dampak sampah yang menumpuk di TPS Jalan Karimata akan menimbulkan bau tidak enak, tercemarnya lingkungan di sekitar TPS dan sampah-sampah berserakan di jalan, ini yang akan terjadi jika begini terus,” tegasnya.
Sebelumnya, puluhan truk pengangkut sampah tampak terparkir di depan kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, sejak pukul 06.00 WIB, Senin (4/1/2020).
Tak hanya itu, di depan pendopo setempat juga berjejer truk lain yang membuat pemandangan menjadi kurang elok. Sebab, di depan kaca tertulis “MOHON MAAF Kami Tidak Kerja, Operasional Truk Sampah Butuh BBM”.
Jika dihitung secara saksama, total truk yang terparkir di dua tempat ini berjumlah sekitar 30-an. Hal ini dilatarbelakangi oleh anggaran operasional bahan bakar minyak (BBM) yang sudah tidak cair selama kurang lebih dua bulan. Akibatnya, para sopir truk tersebut mogok kerja dan meminta kejelasan pihak dinas terkait soal anggaran tersebut.
Sebab, selama dua bulan terakhir untuk menunaikan kewajiban mereka dalam mengurai sampah harus patungan alias iuran antar sesama sopir dan pengepul. Sementara kebutuhan BBM per unit truk ditaksir mencapai 20-30 liter sehari. Jika ditotal dengan nilai taksir biaya Rp5100 per liter, maka dalam sebulan bisa mencapai 40-60 juta rupiah.
“Tidak ada dana operasional, Mbak. Kami sepakat tidak mau bekerja sampai ada kejelasan,” ungkap salah satu sopir yang enggan disebut namanya, saat ditemui media ini.
Pria berkumis dengan postur tubuh semampai ini berharap, Pemkab Jember tidak tutup mata dalam menangani persoalan tersebut. “Mudah-mudahan ini ada jalan keluarnya. Kalau tidak kami mau berhenti saja,” kecamnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jember, Arismaya Parahita mengungkapkan, pihaknya telah menerima laporan tersebut. Ia menegaskan, soal biaya operasional yang ditangani para sopir maupun pengepul akan segera diganti.
“Untuk iuran nantinya akan kami kembalikan kepada para supir kalau sudah ada penggantian,” ucapnya.
Untuk itu, pihaknya meminta seluruh para sopir agar tetap bekerja seperti biasa apabila biaya operasional sudah diganti oleh Pemkab Jember.
“Oleh karena itu, ketika jaminan para supir tidak ada, mereka tidak ada pilihan lagi untuk menghentikan operasionalnya,” tegasnya.
Soal keterlambatan pembayaran, dirinya meminta maaf kepada seluruh sopir truk yang selama ini sudah setia menjadi pelopor kebersihan di lingkungan Kabupaten Jember. “Sekitar satu Minggu lagi mudah-mudahan ada jalan keluar,” tandasnya. (*)
Comment