JEMBER, (WARTA ZONE) – Lokasi lahan limbah triplek yang berada di wilayah Desa Sukowiryo, Kecamatan Jelbuk, Jember mengalami bencana kebakaran dan memberikan dampak lingkungan kepada warga sekitar.
Dari data yang dikeluarkan oleh Puskesmas Jelbuk, tercatat ada 37 warga yang mengeluh sesak napas akibat terdampak asap dari kebakaran di lahan limbah triplek tersebut. Diketahui 8 orang diantaranya masih balita.
Hingga Senin (5/6/2023) ini, kebakaran di lokasi lahan limbah triplek itu belum padam. Sehingga sejumlah anggota Komisi C DPRD Jember datang dan melakukan sidak.
Menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Jember Agus Khoironi, dari kejadian kebakaran itu. Diduga pengelolaan limbah yang dilakukan pabrik PT. Muroco itu melanggar aturan, sekaligus juga lokasinya.
Karena menyebabkan kerusakan lingkungan dan memberikan dampak kepada warga sekitar.
“Soal sanksi, ataupun terkait lokasi limbah diduga liar ini. Dari sidak yang kami lakukan, diduga ada persyaratan yang dilanggar, kalau memang nanti dirasa perlu pemanggilan (akan dilakukan) tidak masalah. Terkait mungkin nanti ada laporan dari warga. Bahkan dimungkinkan bisa saja ditutup,” kata Agus saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
“Tapi masalahnya, lokasi ini (lahan tanahnya) kan milik warga, juga yang minta (mengizinkan) dari warga sendiri. Ini yang masih kita kaji. Apalagi (soal jadi lahan limbah) disewakan untuk urusan perut, mungkin nanti (akan dibahas) menyesuaikan kebijakan,” sambungnya.
Namun demikian, kata legislator dari PAN ini, pihaknya akan fokus lebih dulu. Menyoroti soal penanganan kebakaran lahan yang masih belum padam.
*Tapi yang jelas upaya pemadaman kebakaran itu yang utama, untuk kemudian diuruk (ditimbun) tanah atau pasir. Kami akan mengawasi, juga berkoordinasi soal kebakaran ini. Apalagi dampak asapnya ini ke warga. Kita akan membahasnya secara profesional, juga saling koordinasi dengan pihak-pihak terkait,” ujar Agus.
Diketahui oleh Agus, soal tanggung jawab dari pemilik lahan juga ada.
“Informasinya pemilik lahan akan mendatangkan alat berat sendiri (sebagai bentuk tanggung jawab), tapi malah ada miss komunikasi dengan pihak Muroco karena tutup sekarang. Bahkan diketahui limbah triplek ini terakhir dikitim bulan 9 tahun 2022 lalu,” ujarnya.
Terpisah, Kabid Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Masbud saat dikonfirmasi menegaskan, terkait keberadaan lokasi lahan limbah triplek dinilai melanggar.
Bahkan secara aturan melanggar UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Seharusnya limbah itu ada aturan mengikat, bahkan ada undang-undangnya yang mengatur bahwa sampah atau limbah itu harus dikelola sedemikian rupa. Tidak hanya dibuang ditempat tertentu yang merasa itu menjdi tempat pembuangan. Tapi standarisasi pembuangannya harus ada izin, baik itu dari Pemkab Jember maupun dari Provinsi sampai ke pusat,” ulas Masbud.
“Karena sampah ini, keberadaan lahannya mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, juga harus diwaspadai terjadinya hal-hal seperti ini. Lahan itu pun harus memenuhi standar, jauh dari pemukiman, dari sarana umum. Inikan hanya jarak berkumpul dengan sarana umum tidak boleh,” sambungnya.
Terkait sanksi dari pelanggaran Undang-undang yang dimaksud, Masbud menegaskan, bisa mendapatkan pidana.
“Kalau sanksinya secara peraturan dan perundang-undangan. disangkakan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
dan denda. Itu termasuk kategori besar. Paling lama penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 milliar,” tandasnya. (*)
Comment