Angka Cerai dan Kekerasan Perempuan di Jember Masih Tinggi, Bupati Jember: PR Bersama Untuk Penanganan

0 Komentar
Reporter : Nur Imatus Safitri

Caption: Kolaboratif 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan yang digelar di Pendapa Wahyawibawagraha, Jumat (1/12/2023).

JEMBER, (WARTA ZONE) – Bupati Jember Hendy Siswanto mengaku prihatin dengan masih tingginya angka perceraian dan berlanjut pada persoalan kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Jember.

Terkait persoalan itu, kata Bupati Hendy, pihaknya menganggap hal ini adalah persoalan dan persoalan (PR) bersama dari wilayah pemerintah ataupun lembaga perlindungan perempuan.

Untuk menekan angka kekerasan perempuan di Jember. Diawali dengan mengkaji penyebab dan alasan dari terjadinya persoalan.

Dimana saat ini, kata Hendy, untuk kajian awal adalah soal tidak bijaknya dalam menggunakan gadget.

“Ini PR (persoalan) kita bersama, bahwa tahun kemarin 2022 angka perceraian tinggi. Ada kurang lebih 8 ribu lebih (perkara cerai), dan tahun inipun juga masih tinggi. Ini kita bisa jadi Desember akan meningkat lagi,” kata Hendy saat dikonfirmasi di Jember, Jumat (1/12/2023).

Terkait tingginya angka perceraian di Jember, menurut Hendy, tercatat 35 persen ada persoalan pernikahan dini.

“Disamping (persoalan lain) urusan ekonomi. Artinya kan cukup tinggi, sekitar hampir 2400-2500 perceraian. Ini yang menjadi PR kita,” ucapnya.

Baca Juga:  Bupati Jember Tinjau Irigasi Tanah Dalam, Diproyeksi Jadi Percontohan Kabupaten Lain Atasi Kemarau Panjang

Dengan persoalan itu, kata Hendy, pihaknya menggandeng Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk dapat melakukan kajian dan dapat hadir di Jember.

Diketahui dari kajian dan pengamatan awal Bupati Hendy adalah tidak bijaknya penggunaan gadget. Karena dengan saat ini, gadget dijadikan acuan untuk mendapatkan informasi apapun.

“Terkait angka perceraian ini, yang lebih saya khawatirkan adalah tentang adanya anak-anak kita (tren saat ini) pegang gadget. Karena yang namanya kekerasan perempuan itu yang pertama kekerasan, masalah seks, dan ini asal muasal pernikahan dini. Semua diawali (dari kurang bijaknya) menggunakan gadget,” ungkapnya.

Namun demikian, kata Hendy, tidak hanya terbatas pada kurang bijaknya penggunaan gadget. Persoalan lain juga perlu dikaji lebih lanjut.

Untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan, bahkan dengan harapan jangka panjang menekan angka perceraian yang masih tinggi.

“Anak-anak di Jember hampir 50 persen perempuan, 48 persen laki-laki. Artinya lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Saat sudah pegang gadget (dengan tidak bijak), mereka akan melakukan apa saja. Maka perlu ada sosialisasi dan menaikkan ahlak,” ujarnya.

Sosialisasi yang dilakukan, lebih lanjut kata Hendy, terutama dikhususkan di wilayah lembaga pendidikan sekolah.

Baca Juga:  Bupati Hendy Tinjau Desa Dukuh Dempok, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

“Sosialisasi terus menerus ke sekolah-sekolah, ada 200 ribu murid kita mulai dari SD-SMP, kalau ditambah SMA sekitar 320 ribu di Kabupaten Jember. Juga ada 16 perguruan tinggi, ini harus kita lakukan sosialisasi terus menerus. Tentang kekerasan perempuan dan anak, dan juga satu lagi soal narkoba juga, termasuk mesin penghancur salah satunya. Itu harus kita lakukan secara intens,” ucapnya.

“Yang kedua, kita minta bantuan dari tokoh masyarakat, maupun para kiai dan ulama. Ini bersama-sama, setiap bulan minimal menggaungkan sosialisasi. Karena yang namanya kekerasan perempuan dsn anak, bisa jadi karena malu tidak diomongkan. Hanya diam saja. Meskipun dia posisi korban, tambah malu,” sambungnya.

Ketiga, kata Hendy, adalah penguatan di wilayah lingkungan keluarga.

“Kita sendiri sebagai orangtua dalam mendidik anak dan lingkungannya. Makanya harus digaungkan bersama-sama (tekan angka kekerasan perempuan dan cerai),” ujarnya.

Baca Juga:  Jelang Pemilu, Bupati Jember Himbau Warga Aktifkan Siskamling Lagi

Perlu diketahui, berdasarkan data dari Pengadilan Agama Jember, laporan perkara yang diputus mulai bulan Januari sampai dengan November 2023:
Jumlah perkara : 13.082 perkara
Jumlah Cerai talak : 1.080 perkara
Jumlah Cerai gugat : 3.808 perkara

Dengan masih tingginya persoalan cerai ini, menjadi konsen dari Komnas Perempuan.

“Persoalan terhadap perempuan, ini adalah persoalan kemanusiaan. Tetapi ironisnya, kekerasan terhadap perempuan ini terus saja meningkat. Kami setiap tahun menerima pengaduan, lebih dari 4000 kasus setiap tahunnya,” kata Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang.

Dari angka empat ribu yang diterima Komnas Perempuan itu, lanjutnya, sebanyak 3.400 kasus itu adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan seksual.

“Dua kasus kekerasan ini merupakan isu utama yang sering kita hadapi. Kalau merujuk teori gunung es, bahwa korban sesungguhnya bisa banyak yang berani melaporkan. Tinggal bagaimana kita menangani kasusnya dan menekan angka kasus kekerasan ini,” tuturnya. (*)

Tulisan ini berasal dari redaksi

Comment